Kegelisahan Sang Apologet Jalanan


FOTO: Ita Siregar

Menuruti garis keturunannya sebagai seorang Tionghoa, hai hai bengcu mempelajari kitab dan tradisi leluhur dan tidak berupaya menghapusnya hanya karena ia beragama Kristen. Menerima takdirnya yang lain sebagai pengikut Kristus, tidak lantas membuat penulis buku ini menjadi lemah menghadapi perilaku pemimpin agama yang dianggapnya tidak lagi setia pada teks Kitab Suci. Keberanian penulis dalam mengaitkan teks kedua kitab dengan kondisi mutakhir, lalu memunculkan makna baru, merupakan kepekaan yang mengagumkan. Dan lahirnya buku Bengcu Menggugat Teologi Alam Roh ini (Atma Bina Semesta, 2013), lebih merupakan berbagi kegelisahan atas apa yang dialami dan dilihat penulis sedikitnya dalam tujuh tahun belakangan.

Qui scribit bis legit. Bahkan penulis telah membaca puluhan kali kitab dan buku yang membuatnya ingin tahu lebih banyak. Fokus buku ini spesifik karena membicarakan pendapat lurus Kitab Suci mengenai dunia alam roh. Tetapi kemudian menjadi sangat luas karena menyentuh praktik-praktik pendeta modern yang berperilaku dukun dan seolah-olah memiliki kekebalan tersendiri terhadap kebenaran Kitab Suci, serta membongkar trik-trik praktisi alam roh diluar Kitab Suci, yang telah mengambil keuntungan dengan mengelabui pemirsa bahwa mereka sakti.

Hadirnya buku ini secara fisik ke publik, ada setelah melewati jam-jam panjang diskusi alot berdarah-darah di dunia maya. Seorang jagoan sejati tak gentar disalahartikan. Dan memang penulis telah banyak disalahartikan oleh pembacanya. Membaca tulisan-tulisan hai hai bengcu di dunia maya – yang menjadi cikal bakal buku ini – sudah cukup membuat gusar akibat kekasaran dan sumpah serapah dalam tulisan, yang membuat telinga orang-orang beragama panas dan meninggalkan arena diskusi. Gaya bahasa ini telah dipilih secara sadar untuk menarik perhatian orang sekaligus membuat orang berpikir – meski melakukannya diam-diam.

Cara hai hai bengcu mengingatkan saya kepada Saut Situmorang. Penyair dari Yogyakarta ini sejak lama menyatakan “perang” kepada satu kutub sastra lewat tulisan-tulisannya yang kasar menukik di buletin Sastra Boemipoetera. Seorang yang halus budi mungkin akan kaget menemukan pilihan kata-kata vulgar di dalamnya. Alasan yang menyebabkan Saut demikian mungkin kegelisahannya melihat apa yang terjadi dalam dunia sastra dan dibarengi pengetahuan cukup sebagai amunisinya dalam menyerang. Hingga hari ini, pihak yang dia serang belum menanggapi secara terbuka dan mau berhadapan satu- lawan-satu. Berhentikah Saut karena caci-maki orang kepadanya karena cara kasarnya? Tidak. Seorang pendekar tidak perlu pengikut. Dia terbiasa menempuh jalan sunyi sendirian, menuju tujuan yang ia inginkan.

Apa sebenarnya yang membuat hai hai bengcu gelisah dan meraung minta diperhatikan?

Dalam prakata hai hai menulis ‘Alkitab harus dipahami dan tidak boleh ditafsirkan karena Alkitab ditulis untuk dipahami bukan untuk ditafsirkan’ (hal. vii). Bagaimana cara seseorang memahami kalau tidak mengenal seluk-beluk yang dipahami? Artinya, seorang harus membaca dan meneliti Kitab Sucinya sendiri. Apakah orang Kristen meneliti Kitab Sucinya sendiri? Seharusnya ya. Di Jakarta, perilaku orang ke gereja hari minggu kebanyakan seperti “membeli” kotbah pendeta di gereja, lalu selepas itu, pendengar kotbah cukup mempunyai bahan untuk menasihati orang lain berdasarkan apa yang dia dengar, seolah-olah dia sendiri yang telah menemukan pemahaman itu. Apakah orang itu mengkonfirmasi ulang apa yang dikatakan pendeta di mimbar dengan membaca sendiri dalam Kitab Sucinya? Bisa iya, bisa tidak. Banyak contoh yang memperlihatkan anggota gereja-gereja tertentu mempunyai pikiran atau pendapat seragam tentang sesuatu hal karena pendeta berkata demikian di mimbar.

Dan ini terjadi tidak hanya pada kalangan Kristen tetapi juga agama sepupu. Umat diminta tidak membantah apa kata pemimpin agama dan apa yang tertulis dalam Kitab Suci. Mempertanyakan Kitab Suci dicap kurang percaya atau bahkan tidak beriman. Pernyataan ini diwarisi secara turun temurun dari sistem pendidikan kita yang kurang mendorong anak didik menyampaikan pendapat sendiri dan bersikap sportif terhadap kritikan orang lain. Keadaan ini memprihatinkan. Pada gilirannya, agama dimanipulasi untuk memlintir kepentingan sendiri. Simbol-simbol fisik telah hadir menggantikan kesejatian yang semestinya, yang justru tidak tampak di luar. Seorang teman menyebutnya fashion religion, agama untuk gagah-gagahan agar tampak suci. Sekarang kita bisa menonton contoh melimpah melalui media.

Janganlah menghakimi menurut apa yang nampak, tetapi hakimilah dengan adil. –Yohanes 7:24

Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik. -1 Tesalonika 5:21

Ayat-ayat di atas dipakai hai hai bengcu dalam buku ini untuk menangkis tuduhan bahwa tidak boleh menghakimi kesaksian dan ajaran sesama umat (Kristen).
*
Hai hai bengcu berkata bahwa dia tidak menafsir Kitab Suci tetapi memahami berdasarkan arti kata. Sejarah penafsiran Kitab Suci berawal dengan tujuan agar manusia dapat memahami perilaku orang zaman dahulu. Penafsiran yang dimaksud adalah penafsiran harfiah. Artinya menekankan kata-kata dan kalimat dalam Kitab Suci yang dimaknai secara harfiah, bukan secara kiasan.

Penafsiran harfiah berkembang dalam Aliran Antiokhia yang berpusat di Antiokhia. Tokoh aliran ini yang terkenal adalah Theodore dari Mapsuestia yang menekankan gramatika historis, yaitu menekankan satu teks Firman Tuhan ditafsirkan berdasarkan ketentuan tata bahasa dan fakta-fakta historis. Aliran ini mengkritik penafsiran secara alegoris, yang meyakini bahwa di balik kata-kata Alkitab terdapat arti tersembunyi, sehingga memasukkan pengertian asing ke dalam pikiran penulis. Sementara menurut Philo (hidup pada zaman Alexandria Mesir kira-kira 50 AD) penafsiran harfiah adalah bagi orang-orang yang belum dewasa dalam pengetahuan.

Pada zaman reformasi (abad ke-16), Marthin Luther (1483-1546) yakin bahwa seseorang hanya mengerti Alkitab kalau pikirannya diterangi Roh Kudus. Ia juga meyakini bukan gereja yang menentukan apa yang Alkitab ajarkan melainkan Alkitab yang menentukan apa yang gereja ajarkan. Motivasinya adalah panafsiran Alkitab yang benar. Dia menganggap sampah penafsiran yang berdasarkan alegori semata.

John Calvin (1509-1564) juga menolak penafsiran alegoris, mengatakan bahwa alegoris hanyalah alat setan untuk mengaburkan arti Alkitab yang sebenarnya. Slogan Calvin yang terkenal adalah Alkitab menafsirkan Alkitab. Sesudah masa reformasi, Thomas Hobbes (1588-1679), tokoh aliran rasionalisme, menempatkan akal budi sebagai satu-satunya otoritas atau ukuran untuk menentukan kebenaran. Dalam buku ini hai hai bengcu secara alami mengikuti cara Calvin dalam membahas permasalahan, meski ia tidak menyebutkan referensi pembacaan yang dilakukan.
*
Hai hai bengcu menjelaskan secara jernih hasil pembacaan perkataan Yesus yang terkenal dalam Matius 11:29, Pikullah kuk-Ku (mou) dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan (kai) rendah hati maka (kai) jiwamu akan menemukan (heurisko) ketenangan.

Setelah “dibedah” oleh hai hai bengcu dengan menempatkan kata asli dan maknanya dalam bahasa Yunani menjadi seperti ini:

Sebab kuk-Ku (mou) bagus (chrestos) maka (kai) beban-Ku pun ringan.

Tentang lahirnya dosa pertama di Taman Eden, yang sudah menjadi pemahaman umum orang Kristen adalah, bahwa Hawa terperdaya oleh ular, si simbol setan, yang menyebabkan Hawa memakan buah pohon yang dilarang dimakan oleh Tuhan. Pembuat gambar apel yang digigit, yang sekarang menjadi simbol pengetahuan dan menjadi logo perusahaan terkenal di dunia, pastilah seorang jenius. Simbol itu seolah mengatakan, karena Hawa memutuskan memakan buah terlarang, menyebabkan pengetahuan menjadi berkembang.

Dalam kisah ini hai hai bengcu menjelaskan dengan sederhana. Iblis tidak menipu Hawa. Hawa pun tidak tertipu iblis. Kejadian 3:1-6 mencatat, Hawa dalam kondisi sehat jasmani dan rohani, mempertimbangkan dengan matang, sebelum memutuskan makan buah terlarang itu. Alasannya memakan buah itu logis. Jadi siapa yang menipu manusia? Tentu saja yang menakut-nakuti, “… sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” Hai hai bengcu menulis, bahwa Tuhanlah yang mengajar dengan takhayul. Contoh sekarang seperti, jangan kencing sembarangan, nanti kesambet. Padahal setelah kencing, belum tentu akan kesambet.

Dalam contoh Saul diganggu oleh roh jahat TUHAN, hai hai bengcu menegaskan bukan iblis yang menghasut Daud, tetapi TUHAN.

Karena itu sesungguhnya TUHAN telah menaruh roh dusta (ruwach sheqer) ke dalam mulut semua nabimu ini, sebab TUHAN telah menetapkan untuk menimpakan malapetaka kepadamu. – 1 Raja-raja 22:23

Dalam Perjanjian Lama tidak mencatat kisah iblis yang sakti dan menjahati manusia, bahkan tidak mencatat kisah iblis mencobai manusia. TUHANlah yang mencobai dan menjahati manusia bahkan membuat manusia berbuat jahat. Hai hai bengcu menjelaskan secara konkret dalam kisah Ayub. Dalam Alkitab tertulis, “Kemudian Iblis pergi dari hadapan Tuhan, lalu ditimpanya Ayub dengan barah yang busuk.” – Ayub 2:7. Namun dalam bahasa asli, kalimat ini adalah, TUHAN bersaksi, “…engkau (iblis) telah membujuk Aku melawan dia (Ayub) untuk mencelakakannya tanpa alasan.”
*
Untuk ujian alam roh dalam Perjanjian Lama, hai hai bengcu mencontohkan peristiwa Saul ketika menemui dukun perempuan di En Dor. Hai hai mengambil ayat Yohanes 5:37, untuk mengatakan bahwa tak seorang pun pernah melihat Allah dan mendengar suara-Nya. Saya menambahkan di sini dengan kisah orang kaya dan Lazarus dalam Lukas 16:20-25, sebagai penjelasan bahwa tidak ada saling kunjung antara alam orang hidup dan alam orang mati.

Dukun di En Dor bertanya kepada Saul, “Siapakah yang harus kupanggil supaya muncul kepadamu?” Saul menjawab, “Panggillah Samuel.” (1 Samuel 28:11). Siapa yang kaulihat, tanya Saul kemudian. Dukun menjawab, “Aku melihat sesuatu yang ilahi (Elohim) muncul dari dalam bumi.” Bagaimana rupanya, tanya Saul lagi. “Ada seorang tua muncul berselubungkan jubah.” Maka tahulah Saul bahwa itu Samuel. (1 Samuel 28:14).

Kisah Saul dan dukun di En Dor seolah memperlihatkan ketidaksinkronan antara ayat dalam Perjanjian Baru (Yohanes 5:37) dan Perjanjian Lama, dengan munculnya Samuel yang sudah mati kepada Saul. Namun penulis buku ini menjelaskan secara rasional. Bahwa Saul menyuruh dukun memanggil Samuel, namun dukun justru melihat Elohim. Dukun mengaku melihat Elohim yang rupanya seperti orang tua berjubah, dan Saul yang menetapkan penglihatan itu sebagai Samuel. Dalam hal ini hai hai bengcu menggugat LAI (Lembaga Alkitab Indonesia) yang dianggapnya tidak menerjemahkan arti kata sesuai bahasa aslinya.

*

Dalam bab sembilan yang bertajuk bengcu menggugat pendeta sesat, hai hai bengcu menyerang secara terbuka pernyataan-pernyataan para pendeta dalam menjelaskan atau bersaksi tentang alam roh. Bukan tanpa alasan penulis menggugat hal ini. Alkisah, dalam sebuah KKR kesembuhan secara ilahi, hai hai bengcu melihat sebuah fakta tak terlupakan. Ia menyaksikan seorang bapak tua dengan kursi roda didorong ke dekat mimbar untuk didoakan sembuh. Seorang pendoa mendoakan si bapak berjalan, tetapi tidak berhasil. Lalu di ujung sana terjadi keriaan, karena seseorang telah sembuh secara ajaib. Si pendoa yang mendoakan bapak kursi roda, meninggalkan si bapak dalam keadaan tidak sembuh, kemudian mengelu-elukan si sembuh sebagai seorang yang beriman. Hai hai bengcu tidak melupakan ekspresi sedih si bapak kursi roda. Menyatakan seorang sakit yang tidak sembuh setelah didoakan sebagai seorang tidak beriman, adalah sebuah kejahatan psikis.

Pengalaman pribadi pendeta-pendeta di alam roh tentu tidak bisa diabaikan. Bahkan setiap orang percaya memiliki pengalaman batin yang sangat intim dengan Tuhan. Pengalaman itu tidak untuk dibagikan atau dipecahkan oleh orang lain, meski itu dialami berkali-kali oleh orang yang bersangkutan. Namun bila pengalaman pribadi itu telah dengan sengaja dibawa ke ranah publik, maka pengalaman itu harus rela dibuktikan dengan alat kebenaran yang tersedia, yaitu Kitab Suci.

Saya sangat berharap nama-nama pendeta yang disebut namanya oleh hai hai bengcu, memberi tanggapan terhadap gugatan dalam buku, karena hai hai telah menelitinya berdasarkan buku-buku yang mereka tulis. Nama besar para pendeta seharusnya tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk menanggapi gugatan ini secara jentelmen.

*

Pada bagian akhir tulisan ini saya harus menggugat hai hai bengcu sebagai seorang yang telah menggunakan bahasa Indonesia. Buku ini tidak melewati proses edit yang layak karena bahasa yang dipakai tidak mencerminkan bahasa tulisan tetapi bahasa lisan yang dituliskan. Buku ini pun memiliki banyak kesalahan ejaan EYD seperti mujizat seharusnya mukjizat, resiko seharusnya risiko, tahyul seharusnya takhayul, dan sebagainya. Tanda-tanda baca seperti tanda miring dipergunakan tidak pada tempatnya. Kata-kata selain bahasa Indonesia yang menurut kaidah bahasa Indonesia seharusnya ditulis miring, malah tidak ditulis miring.

Selebihnya, saya mengucapkan selamat kepada penulis yang telah melahirkan buku ini. Perut hai hai bengcu kosong sudah, setelah tujuh tahun ia mengandung calon buku. Saya setuju dengan Pendeta Tommy Wijaya dalam buku ini, yang menulis, inilah buku Kristen pertama yang membahas dan menguji berbagai fenomena gaib dan mukjizat, dengan menggunakan Alkitab sebagai standar kebenaran dan menyajikannya secara sederhana. Saya angkat topi untuk kemampuan penulis dalam membahas alam roh yang misterius menjadi jelas dan mudah dimengerti.

Tentang bagaimana buku ini nantinya diterima masyarakat, biarkan buku ini menemukan nasibnya sendiri. Terimakasih kepada Pendeta Thomy J Matakupan yang telah menyebut apologet jalanan dalam buku ini, yang telah saya pinjam untuk judul tulisan.

*Ita Siregar, pembaca Kitab Suci dan tinggal di Jakarta.

Kebun Cerita.com

NB:

Sampai saat ini buku Bengcu Menggugat Teologi Alam Roh Di Mata Seorang Tionghoa Kristen, belum dijual di toko buku. itu sbabnya anda hanya bisa membelinya lewat Internet. Harga buku Rp. 79.000,- Ongkos kirim ditanggung pembeli. Cara membeli? PM ke Face Book hai hai atau kirim email ke bengcumenggugat@gmail.com atau SMS ke 0852 8455 6636. Beritahu nama dan alamat juga No. HP anda serta jumlah buku yang dipesan. Selanjutnya anda akan diberitahu jumlah ongkos kirim yang harus ditanggung, juga nomor REKENING Bank yang harus anda transfer. Pengiriman akan segera dilakukan setelah pembayaran dikonfirmasi oleh Bank.

15 thoughts on “Kegelisahan Sang Apologet Jalanan

  1. Sekali waktu hai hai, jika Tuhan Yesus menghendaki, akan bertemu orang kristen yg bertaraf cianpwe.

    Ha ha ha. . .

  2. Bila tidak bertemu dengan orang demikian, maka saya sudah senang sekali bertemu dengan orang-orang yang meski tidak bertaraf cianpwe namun giat membina diri.

  3. Selamat siang, saya ingin memesan buku-buku Bengcu bagaimana caranya?

  4. Petrus made, silahkan SMS ke 085284556636, sertakan alamat anda agar langsung diberi tahu ongkos kirimnya. Harga bukunya 79.000,-

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.