
Jangan kepo! Mai kepo – fēi jīpó 非 雞婆 artinya jangan ikut campur urusan orang? Dalam bahasa Hokkien kata kepo terdiri dari dua aksara yaitu: Ke (jī 雞) artinya ayam dan Po (pó 婆) artinya nenek. Kenapa AYAM NENEK bisa ikut campur urusan orang?
Makanya, saat kata KEPO viral di medsos, tidak ada budayawan Tionghoa yang nimbrung karena kebanyakan orang Hokkien menyangka, “Kepo artinya ikut campur urusan orang,” karena sejak kecil sering dihardik orang dewasa, “Jangan kepo!” setiap kali ikut nimbrung. Padahal, kepo artinya ayam nenek. Bahkan mandarin-English Dictionary & Thesaurus mencatat bahwa Kepo (jīpó 雞婆) adalah: Ayam betina; PELACUR; pengganggu; tukang ikut campur urusan orang; orang sibuk (hen; prostitute; interfering; nosy; busybody).
Kerabatku sekalian, kenapa Kepo alias ayam nenek bisa berarti ayam betina; pelacur; pengganggu; tukang ikut campur urusan orang; orang sibuk? Kenapa pula orang Hokkien malah bingung sendiri karenanya? Karena kepo adalah seni memaki Tiongkok kuno yang tidak dipahami orang Hokkien lagi.
Orang Hokkien sangat humoris. Humorlah yang membuat China dan Taiwan mustahil perang dan akan terus damai-damai saja. Hokkien punya puisi jenaka, pantun jenaka, plesetan jenaka bahkan seni mamaki jenaka.
Perlu diketahui bahwa dalam bahasa Hokkien, kata KE (jī 雞) artinya ayam. Kata KIA (zǐ 子) artinya anak. KEKIA (zǐjī 雞子) artinya anak ayam. BU (mǔ 母) artinya ibu. KEBU (jīmǔ 雞母) artinya induk ayam. MA (mā 妈) artinya ibu. KEMA (jīmā 雞妈) artinya induk ayam. PO (pó 婆) artinya nenek. KEPO (jīpó 雞婆) artinya nenek ayam. KANG (xióng 雄) artinya jantan. KEKANG (jīxióng 雞雄) artinya ayam jantan.
Bahasa Indonesia adalah pemersatu bangsa Indonesia. Aksara Tiongkok adalah pemersatu bangsa Tiongkok sejak purbakala. Aksara Tiongkok ada sejak 3000 tahun sebelum masehi, sebelum itu mereka menggunakan aksara tali.
Meskipun bahasanya berbeda-beda namun tulisannya sama. Itu sebabnya orang Hokkien yang tidak bisa mandarin dan orang mandarin yang tidak mengerti Hokkien, bisa saling berkomunikasi lewat tulisan karena aksaranya sama. Orang Hokkien bilang “KE 雞” namun orang mandarin bilang “Jī 雞”. Walaupun ucapannya berbeda namun aksaranya sama 雞dan artinya sama yaitu ayam.
Dalam bahasa mandarin, kata jì 妓 (pelacur) berbeda ucapannya dengan kata Jī 雞 (ayam) namun di dalam Hokkien ucapan keduanya sama yaitu KE. Menyebut orang lain pelacur dan membicarakan pelacur dianggap terlalu kasar itu sebabnya orang Hokkien menggunakan perempamaan yaitu: KE (jī 雞) artinya ayam untuk KE (Jì妓) artinya pelacur.
Sampai hari ini, masyarakat bertanya-tanya, dari mana istilah ayam kampus, ayam negeri dan ayam kampung berasal? Siapa yang membuat istilah-istilah tersebut? Sekarang kita tahu bahwa dari orang Hokkien-lah istilah-istilah itu bermula.
Ketika seseorang melakukan kesalahan, kita memakinya dan membinanya. Memakinya adalah cara untuk melampiaskan kemarahan karena itu berguna bagi kita. Namun makian menyakiti hati orang yang dimaki. Karena sakit hati, alih-alih belajar dia malah mendendam.
Itu sebabnya di dalam tradisi Hokkien, makian bukan hanya alat untuk melampiaskan kemarahan namun harus berguna untuk membina orang yang dimaki. Makanya, ketika memaki orang Hokkien memakai PHI LUN KONG (bǐyù kōng 比喻 空) artinya perumpamaan. Makian perumpamaan membuat hati puas namun tidak menyakiti hati yang dimaki.
Inilah contoh makian perumpamaan itu. Di Indonesia, anda tidak akan menemukan orang Hokkien yang memaki anda, “Anjing lu!” Paling-paling mereka hanya bertanya, “Kau anjing?” ha ha ha …. Anda pasti bingung. Apa bedanya, “Anjing Lu!” dengan “Kau anjing?” Bukankah itu sama saja?
Bagi orang Hokkien, itu berbeda. Laksana langit dan bumi. Nadanya saja berbeda. “Anjing lu!” adalah PERNYATAAN. Tanda seru. “Kau anjing?” adalah PERTANYAAN. Tanda tanya. Inilah kebenarannya!
Di dalam bahasa Hokkien, kata KAU (gǒu 狗) artinya anjing. Itu sebabnya ketika orang Hokkien berteriak padamu, “Kau anjing?” dia tidak sedang memakimu namun bertanya kepadamu, “Anjing itu anjing?” Ha ha ha …
Guru berkata, “Kenapa ajaran dào 道 (jalan) tidak terlaksana, aku sudah tahu kenapa bisa begitu? Yang pandai kelewatan (guò 過) sementara yang bodoh tidak sampai. Kenapa ajaran dào 道 (jalan) tidak dipahami, aku sudah tahu kenapa bisa demikian? Orang yang layak kelewatan (guò 過) sedangkan yang ikut-ikutan tidak sampai. Zhongyong III.1
.
Dalam bahasa Hokkien, Mai (fēi非) artinya jangan. Ke (guò 過) artinya kelewatan. Kang (gōng 工) artinya kerja. Mai kekang (fēi guògōng 非 過工) artinya jangan kelewatan kerja. Berdasarkan makian Mai kekang itulah Hokkien Indonesia memaki, “Jangan kelewatan rajin lu,” yang disingkat, “Jangan kerajinan lu!”
Bagi orang Hokkien, makian mai kekang fēi guògōng非 過工jangan kelewatan kerja sangat kasar sementara tujuan memaki adalah melampiaskan kemarahan dan membina orang yang dimaki. Kalau yang dimaki sakit hati maka alih-alih membina diri dia justru mendendam dan membalas dendam bila ada kesempatan. Mustahil bilang padanya, “Jangan sakit hati dengan makianku ya, tujuanku kan baik, untuk membinamu?” ha ha ha …..
Bagaimana cara memaki seseorang, “Mai kekang! Fēi guògōng非 過工 jangan kelewatan kerja.” tanpa membuatnya sakit hati? Maki saja dia dengan, “Mai kekang! fēi guòjiāng 非 過江 jangan kelewatan sungai!” atau “Mai kekang! fēi jīxióng 非 雞雄 jangan ayam jantan!”
Kerabatku sekalian, inilah yang disebut kearifan Tiongkok kuno orang Hokkien. Di dalam hal ini, di dalam bahasa Hokkien, teriakannya sama yaitu, “Mai kekang!” namun yang dimaksudkan besa berbeda. Karena teriakannya persis sama “Mai kekang!” lalu bagaimana cara untuk membedakannya? Tidak perlu dibedakan. Untuk apa dibedakan? Yang penting yang memaki merasa puas dan yang dimaki tidak sakit hati bukan? Kisanak, inilah seninya. Ha ha ha …..
Ketika bos berteriak, “Mai kekang!” Maksudnya adalah Fēi guògōng非 過工jangan kelewatan kerja? Entahlah. Namun itulah cara untuk melampiaskan kemarahan kepada yang dimaki dengan segenap hati. Teriaki saja, “Mai kekang!” Karena kemarahannya sudah dilampiaskan dengan teriakan maka dalam hitungan detik, kemarahannya pun menguap. Tidak marah lagi. Bapak Bos ngedumel, “Ke laut dech! Kauhai (dàohǎi 到海).”
Saat bapak Bos berteriak, “Mai kekang!” yang terdengar oleh anak buahnya adalah, “Mai kekang!” namun ketika mendengar gumaman Bos, “Ke laut dech!” anak buahnya pun menarik kesimpulan bahwa “Mai kekang!” yang diteriakan oleh Bos adalah “fēi guòjiāng 非 過江 artinya jangan kelewatan sungai!” Karena sudah kelewatan sungai, bapak Bos pun ngedumel, “Ke laut dong?” Kata kang (jiāng 江) dalam bahasa Hokkien artinya sungai.
Kerabatku sekalian, anda mustahil mengajari orang lain dengan kemarahan. Seseorang mustahil belajar sementara hatinya disakiti. Itulah ajaran Tiongkok kuno sejak purbakala. Puaskan dulu kemarahanmu, setelah tenang baru mengajar. Karena keduanya dalam kondisi sehat jasmani dan emosi maka masalah pun didiskusikan dengan baik. Itulah kearifan Tiongkok kuno.
Kerabatku sekalian, ketika aku menceritakan seni memaki Hokkien Tiongkok kuno ini kepada seorang Kristen saleh, dia bukan hanya ngakak namun geleng-geleng kepala, “Kita orang Kristen, tidak mungkin melakukan konspirasi saling MENIPU seperti ini!” Katanya pedas. “Selain jahat TIPUAN ini juga nggak cerdas. Ini hanya cocok untuk permainan anak-anak!” pungkasnya. Ha ha ha ….
Seni memaki lewat perumpamaan Hokkien kuno ini sudah dipakai sejak purbakala. Karena masih menjalankannya sampai hari ini, itu membuktikan bahwa jurus ini masih sangat berguna untuk generasi ini. Mudah dan murah. Itu sebabnya kita harus menggunakannya.
Ketika bos berteriak, “Mai kekang!” Maksudnya Fēi guògōng非 過工 jangan kelewatan kerja? Saya tidak tahu. Cara melampiaskan kemarahan kepada orang lain dengan segenap hati adalah: Teriaki saja, “Mai kekang!” Setelah kemarahannya terlampiaskan maka dalam hitungan detik, kemarahannya pun menguap. Karena tidak marah lagi, ngedumel saja, “Ayam nenek!”
Saat bapak Bos berteriak, “Mai kekang!” yang terdengar adalah, “Mai kekang!” namun aku lalu mendengar gumaman Bos, “Ayam nenek!” Kutariklah kesimpulan bahwa “Mai kekang!” yang diteriakannya pasti Fēi jīxióng 非 雞雄 jangan ayam jantan. Karena jangan ayam jantan, itu sebabnya dia ngedumel, “Ayam nenek!” yang dalam bahasa Hokkien adalah Kepo (jīpó 雞婆).
Kisanak, sekarang kita tahu, apa itu kepo? Kepo artinya ayam nenek. Kenapa tidak ada Tionghoa apalagi budayawan Tionghoa yang ikut nimbrung waktu kata kepo viral dibahas di medsos? Karena kepo adalah seni memaki Tiongkok kuno yang tidak dipahami orang Hokkien lagi. Kenapa menggunakan ayam nenek? Kenapa tidak pakai induk ayam saja atau sekalian anak ayam? Karena ayam nenek adalah ayam yang hanya pandai berkotek namun tidak bertelor.
Hati-hatilah kalau sesseorang menyebutmu KEPO alias ayam nenek. Ha ha ha …. Dia sedang menyindirmu, “hanya pandai berkotek namun tidak bisa bertelor!”
Di dalam misa dan kebaktian selalu ada doa safaat. Berapa lama waktu yang diperlukan oleh imanmu untuk tercampak ke laut? Berapa lama waktu yang dibutuhkan Tuhan Yesus untuk mendengar dan menjawab doa safaatmu? Mohon maaf, tanpa mengurangi rasa hormat, izinkan saya bertanya, “Benarkah konspirasi saling MENIPU itu hanya cocok untuk permainan anak-anak!”
Agama Tiongkok kuno mengajarkan bahwa ritual agama itu gunanya untuk memuaskan perasaan manusia dan melatih manusia bersikap rendah hati dan berkebajikan. Agama Kristen mengajarkan bahwa tujuan ritual agama adalah agar diberkati dalam hidup ini dan masuk sorga setelah mati nanti.
setau saya kepo itu bahasa prokem indo dari kata ‘kepingin tau’, bahasa gaul anak2 glodok – mangdu 😂.
Laptop – lapie,
komputer – kompie,
dst
ada juga bahasa gaul anak2 jaksel,
anjirrr,
kupret,
dst
bahasa mandarin sudah nyebar ke bahasa daerah di indonesia cpntohnya :pikun =la li yan, orang gila = wong shin ting 🙂
Sebenarnya, KEPO itu berasal dari orang Hokkien. Orang Hokkien yang lalu bikin singkatan. Makian kutu kupret itu saya buat sekitar 25 tahun yang lalu. Saya suka memaki namun tidak suka makian kasar. Prinsipnya adalah boleh miring namun tidak porno dan vulgar.
Waktu kecil, sekitar tahun 1970, di Lampung saya kenal istilah KAMPRET untuk kelelawar. Ketika SMP di Yogya, saya mulai memaki orang lain KAMPRET dan KENTUT. Istilah kampret dan kentut itu lalu saya satukan menjadi PRET untuk memaki orang KENTUT namun suaranya saja, “Pret”.
Waktu Kuliah, saya memaki orang KUTU. Kemudian saya tambahi jadi KUTU KUPRET.
Waktu kuliah, makian ANJING lagi populer, namun saya tidak suka, makanya saya tambah ANJING dengan “R” jadi ANJRING. Saat itu pun menambahkan kata R dalam berbagai kata jadi populer. Teman kuliah saya lalu ganti gaya, ANJRING jadi ANJIR.
Anda tahu istilah BONGA-BONGA? Istilah itu aku pakai dan jarang sekali yang tahu apa artinya. Ha ha ha …..
Sudah lama saya tidak mengarang istilah-istilah baru lagi. Ha ha ha …
Kalau mau maki tinggal bilang
JIANCOOOKKK RAII MU COK
lebih mantul
Asu …… itu makian khas Yogya. Sebagai orang Yogya, kalau nggak Asu ….. nggak marem.