suatu hari sang naga berhenti bertarung lalu turun dari lian bu tia
kepada burung hong dia berkata, “Saatku terbang ke langit tiba.”
burung hong menatap pilu, “Pulanglah, percaya padaku.”
tujuh naga satu hong kecil, naga terkecil umurnya dua tahun
menyongsong matahari burung hong jalan di depan
tujuh naga satu hong kecil, sabit di pingggang pacul disandang
mengolah bumi mengasuh ternak
LI didekap bakti ditekad
menatap langit mata tak pejam
menatap manusia tidak mendongak
menatap diri mengelus dada
kita adalah anak-anak naga
kucurkan keringat pantang berdarah
sampai langit memanggil
pulanglah!
burung hong terbang ke langit
tujuh naga satu hong welas asih, menua
naga-naga muda unjuk perkasa
hong hong cantik tebar pesona
LI, di mana sembunyi?
bakti sudah matikah engkau?
naga saling menyerang
hong saling mencengkram?
darah dicurah untuk uang
keringat adalah kebodohan
naga-naga tua lupakan mudanya
darah hilang kentalnya
LI tidak diajarkan
bakti dilupakan
naga-naga tua saling pamer cakarnya
naga pertama terbang ke langit
darah mulai mencair
naga keenam terbang ke langit
darah semakin cair
naga ketiga terbang kelangit
membawa kecewa
naga bungsu geram
naga kelima tak paham
matahari muda, rentah
lalu muda lagi
bulan purnama, mati
lalu purnama lagi
dua tiga naga muda mendengar suara
kita adalah anak-anak naga
kucurkan keringat pantang berdarah
sampai langit memanggil
pulanglah!
naga keempat terbang ke langit
darah cair bergolak
dua tiga naga mengaum
kita adalah anak-anak naga
kucurkan keringat pantang berdarah
sampai langit memanggil
pulanglah!
naga kelima terluka
mengaum mencari darah
naga kedua tak berdaya
naga ketujuh dalam amarah
hong welas asih hatinya luka
naga gondrong mengaum
sia sia
naga tertawa membujuk
tak guna
naga ketujuh menulis di awan
tidak perih
namun luka tak sembuh
darah kental, biarlah membeku sunyi
sampai langit memanggil
pulanglah!
mungkin catatan langit
jadilah jadilah
naga gondrong gedor pintu langit
naga tertawa tinggal senyummya
catatan langit catatan langit
tak paham, namun catatan langit
pintu langit bergetar
namun tak pernah dibuka
keraskan hati terus menggedor
LI, mungkinkah kenalkan kau kembali?
bakti, maukah bertahta kembali?
darah, bisakah mengental lagi?
tanya?
kita adalah anak-anak naga
kucurkan keringat pantang berdarah
sampai langit memanggil
pulanglah!
DULU!
sang naga berhenti bertarung lalu turun dari lian bu tia
….
MIMPI?
bolehkah?
kita adalah anak-anak naga
kucurkan keringat pantang berdarah
sampai langit memanggil
pulanglah!
naga kelima, pulanglah, percaya pada kami!
NB:
Ketika paman kelimaku sakit keras, anak-anaknya kuatir sekali. Mereka takut dia mati lalu masuk neraka. Itu sebabnya mereka membentuk pasukan untuk berdoa dan berperang kuasa kegelapan. Silih berganti-ganti mereka mengiming-imingi pamanku sorga bahkan sembuh bila dia menjadi Kristen.
Pamanku yang kelima, selama bertahun-tahun aku hanya melihat dia sembahyang setahun sekali. Hari kesembilan setelah sincia (tahun baru Imlek). Dia menyembah Thikong (Sang Pencipta). Dia seorang yang saleh.
Ketika orang-orang Kristen itu terlalu memaksa, pamanku berkata, kita-kira begini, “Mana boleh aku menjadi Kristen hanya karena ingin sembuh? Namun baiklah, karena dokter bilang aku mustahil sembuh dan kalian berdoa agar aku sembuh, lalu aku sembuh, itu berarti doa kalianlah yang menyembuhkan aku. Saat itu aku akan ke gereja untuk mengucap syukur dan menjadi orang Kristen seperti kalian. Namun saat ini, tolong maafkan aku, mana boleh aku menjadi Kristen hanya karena ingin sembuh?”
Aku menulis puisi ini pada malam kematiannya. untuk menyatakan hormatku kepadanya.