
Catatan: Siapa saja bisa membacanya karena tulisan Kwee Tek Hoay (1886–1951) yang terbit pertama kali dalam Moestika Romans, 1933 enak dibaca dan mudah dipahami. Walaupun belum merdeka (1945) namun istilah “Indonesia” sudah lazim.
Ini adalah Kata Pengantar dari buku berjudul: Atsal Moelahnja Timboel Pergerakan Tionghoa Jang Modern di Indonesia
Hikayat
Oleh: Kwee Tek Hoay
Terbit pertama kali dalam Moestika Romans, 1933
Bangsa Tionghoa sudah mengunjungi banyak bagian dari kepulauan Indonesia jauh lebih awal dari bangsa Eropa. Ini bisa dibuktikan dari catatan perjalanan para musafir Fa Hien, I Tsing dan lain-lain. Malah catatan dan penuturan dari para musafir Tiongkok inilah yang menjadi satu-satunya sumber sejarah untuk mengetahui keadaan di Sumatra dan Jawa di masa lampau.
Ketika para saudagar Belanda pertama kali datang ke Batavia, mereka telah menemukan adanya saudagar-saudagar Tionghoa yang sebagian bahkan telah menjadi penduduk tetap di beberapa kota pelabuhan di pulau Jawa sejak beberapa abad yang lalu.
Meskipun bangsa Tionghoa terhitung sebagai orang asing pertama yang berdiam di pulau Jawa setelah bangsa Hindu, apalagi jumlah para Tionghoa ini juga paling banyak dibandingkan orang asing yang lain dan kedudukannya di bidang dagang sangat penting sekali, tapi pergerakan para Tionghoa yang terhitung maju dan modern baru muncul di permulaan abad ke 20.
Tapi ini bukan berarti para Tionghoa ini tidak pernah mendirikan perkumpulan-perkumpulan yang bertujuan amal, sosial dan lain-lain, hanya saja perkumpulan-perkumpulan yang ada itu berbau serba kuno, seperti yang sekarang masih nampak pada perkumpulan-perkumpulan kelenteng atau perkumpulan yang mengurus rumah abu dan sebagainya.
Pergerakan yang modern baru mulai muncul dan menjalar dengen cepat setelah berdirinya perkumpulan Tiong Hoa Hwe Koan (THHK) Batavia pada permulaan tahun 1900 dan diakui keberadaannya secara sah dengan Surat Keputusan Gubernut Jendral tertanggal 3 Juni 1900.
Satu catatan ringkas dari asal usul dan apa yang telah dilakukan oleh perkumpulan ini barangkali cukup berguna untuk diketahui oleh para Tionghoa di jaman sekarang, sebab sesungguhnya sejak didirikannya Tiong Hoa Hwe Koan di Batavia dapat dikatakan bahwa para Tionghoa di Indonesia mulai ‘sadar’ dan bersamaan dengan itu dimulailah satu periode jaman baru dalam sejarahnya.
Bahkan setelah berdirinya THHK, barulah para Tionghoa di Indonesia yang masih menganut agama dan adat istiadat Tionghoa mendapatkan pencerahan kembali untuk memuliakan Nabi Kong Zi. Jadi bisa dikatakan bahwa berdirinya Khong Kauw Hwe (KKH ~ Perhimpunan Agama Khonghucu) dan perkumpulan Tionghoa lain yang menyusul bermunculan setelah itu adalah karena berasal dari bibit yang telah ditebarkan oleh THHK ini.
Lain dari pada itu ada sejumlah perubahan dalam adat istiadat dan pergaulan dari para Tionghoa yang sudah diadakan atau digerakkan oleh THHK. Dan meskipun dalam pandangan orang jaman sekarang semua usaha THHK itu tampak tidak seberapa penting, tapi tidak bisa disangsikan lagi bahwa THHK telah menjadi pembuka jalan bagi perubahan yang lebih besar.
Bahkan dalam bidang olahraga sekalipun, THHK telah menjadi pelopor dengan didirikannya perkumpulan olahraga Tiong Hoa Oen Tong Hwe yang dipimpin dan digerakkan oleh guru-guru dan pengurus dari THHK Batavia.
Pendek kata dapat dikatakan bahwa 30 tahun yang lalu, THHK merupakan pusat atau sumber dari segala macam pergerakan orang Tionghoa yang kemudian menyebar ke pelbagai bidang, dan meskipun pada waktu itu hasil usaha yang dilakukan tidak seberapa berarti dan masih jauh dari sempurna, tapi dalam perkumpulan THHK ada tergabung seluruh tenaga dan semangat atau kemauan untuk berkarya, merubah, memperbaiki, menolong, memajukan dan mengangkat derajat kebangsaan.
Sedang pergerakan dari beberapa perkumpulan yang muncul sesudahnya seperti Khong Kauw Hwe, Siang Hwe, Shiong Thi Hui, Chung Hsioh, Hoa Chiao, Tsing Nien Hui dan lain sebagainya, yang mana berkelut dalam lingkup agama, ekonomi, sosial, pendidikan dan lain-lain, dapat dikatakan semua itu mengikuti apa yang telah dirintis oleh THHK yang sudah membuka jalan terlebih dahulu sebagai pelopor atau pioner.
Adapun orang Tionghoa yang merasa tidak puas dengan keadaan bangsanya (saat itu Tiongkok yang merupakan negeri leluhur mereka justru berada di bawah penjajahan bangsa Manzu yang tengah memasuki masa-masa keruntuhan serta terancam oleh agresivitas bangsa Eropa dan Jepang), yang merasa kecewa karena kebodohan mereka sendiri, yang merasa kurang senang dengan kedudukan bangsa Tionghoa (pada umumnya dan Tionghoa pada khususnya) yang dipandang rendah dan hina, serta yang merasa sadar dengan semua kekurangan dan kelemahan, semua jenis orang ini hampir semuanya menghubungkan diri pada THHK yang dengan begitu karyanya tidak hanya ‘mendirikan sekolah’ atau ‘mengajar bahasa mandarin’.
Hanya saja pada 30 tahun yang lalu, THHK telah mengurus dan melakukan segala daya upaya untuk kepentingan bangsa meski sebagian tidak meraih hasil seperti yang diharapkan karena pada waktu itu belum ada perkumpulan lain yang bekerja demi kepentingan seluruh bangsa dan para pengurusnya mempunyai kecakapan dan semangat kerja seperti perkumpulan THHK ini.
Pekerjaan macam apa saja yang telah dilakukan THHK 30 tahun yang lalu, orang bisa membayangkan sendiri jika beberapa di antaranya antara lain:
-Bagaimana almarhum Tuan Thung Bouw Kiat telah meminta THHK agar mengirim surat kepada pemimpin kantor pos Batavia yang meminta supaya jumlah bis surat di perkampungan Tionghoa ditambah lagi di beberapa tempat.
-Surat pemberitahuan dari THHK juga meminta kepada Handelsvereniging (semacam kamar dagang) Batavia supaya hari lahir dan wafatnya Nabi Kong Zi, Tahun Baru Penanggalan Kongzi Li dan juga Hari Qing Ming (berziarah ke kuburan) dijadikan sebagai hari besar bagi para pegawai.
-Ketika satu pejabat Belanda bernama Controleur van Sandijk hendak menerbitkan satu buku tentang bangsa Tionghoa, lebih dulu ia minta keterangan kepada para pengurus THHK Batavia dengan mengajukan beberapa pertanyaan supaya ia bisa tahu bagaimana perasaan dan pikiran bangsa Tionghoa tentang kedudukan mereka di bawah pemerintahan Belanda.
Untuk menjawab pertanyaan ini THHK Batavia telah mengadakan satu komisi khusus dan keterangan dari komisi khusus ini membuat tuan van Sandijk bisa melukiskan bagaimana keinginan dan keberatan bangsa Tionghoa dalam bukunya itu sehingga akhirnya para pejabat Belanda yang membaca dan terpengaruh isi buku ini akhirnya mencabut ‘Surat Jalan’ (Passen) dan ‘Ijin Tinggal’ (Wijkenstelsel) yang sangat memberatkan itu.
Kita juga masih ingat kira-kira pada tahun 1913, bagaimana tuan Oudendijk, Dubes Belanda di Tiongkok yang ketika itu masih menjadi Sekretaris, sengaja datang menemui pengurus THHK Buitenzorg untuk mencari tahu apa yang menjadi keberatan dan juga apa keinginan bangsa Tionghoa terhadap pemerintah Belanda.
Hal ini jelas menunjukkan bahwa THHK telah dianggap sebagai satu-satunya badan yang dianggap mewakili aspirasi bangsa Tionghoa! Dan jika diingat bagaimana pemerintah Belanda akhirnya mendirikan sekolah bagi anak-anak Tionghoa yakni HCS (Hollandsch Chineesche School), itu semua adalah berkat desakan dari para pemuka THHK.
Hal-hal ini membuat orang bisa mengerti bahwa pekerjaan dan jasa THHK sangat besar bagi para Tionghoa secara keseluruhan bukan hanya dalam kalangan tertentu saja.
Akan tetapi setelah lewat 30 tahun lebih, ada banyak orang tidak mengetahui lagi perihal pekerjaan besar dan penting yang telah dilakukan THHK bagi para Tionghoa. Malah sebagian besar generasi sekarang tidak dapat mengetahui asal mula dan mengapa pula perkumpulan THHK itu di dirikan.
Adapun keterangan yang banyak beredar di masyarakat telah menyimpang begitu jauh, bahkan banyak yang bilang atau percaya bahwa THHK itu didirikan oleh Kang Youwei. Adapula yang mengatakan bahwa sekolah-sekolah yang dikelola oleh THHK Batavia itu didirikan oleh Dr. Liem Boen Keng dari Singapura.
Justru kenyataannya tidak demikian. Ketika Kang Youwei datang ke pulau Jawa, THHK Batavia sudah berdiri kira-kira tiga tahun lamanya dan sudah mempunyai beberapa cabang seperti di Buitenzorg. Ini bisa dibuktikan dari foto-foto yang masih ada disimpan dalam gedung THHK Batavia dan Buitenzorg dimana nampak Kang Youwei sedang duduk ditengah-tengah para murid dari sekolah yang dikelola THHK.
Dari keterangan orang-orang yang mengetahui persis peristiwa kunjungan Kang Youwei itu, Kang Youwei bahkan menganjurkan kepada partainya di Tiongkok agar mendirikan sekolah-sekolah berdasarkan agama Khonghucu seperti yang ada di pulau Jawa.
Sedang pendapat yang mengatakan Dr. Liem Boen Keng yang mendirikan sekolah-sekolah Tionghoa di Jawa, maka perlu diketahui bahwa keadaan Singapura saat itu justru jauh lebih terbelakang daripada kota-kota di Jawa khususnya Batavia.
Pelbagai anggapan yang keliru ini muncul karena orang belum pernah membuat catatan yang jelas mengenai segala kejadian di masa lalu ketika THHK baru berdiri beberapa tahun.
Para pendiri THHK atau orang-orang yang tercatat namanya sebagai pengurus pertama terdiri dari 24 orang dan sekarang hanya tiga orang yang masih hidup yakni tuan Phoa Keng Hek yang menjabat sebagai Presiden THHK pertama dan memangku jabatan itu hingga tahun 1923 dan sekarang telah diberi Eere President, Mayor Khouw Kim An yang dulu menjabat sebagai Komisaris dan sekarang masih menjadi beschermheer serta tuan Khouw Lam Tjiang yang memangku jabatan Kasir sejak THHK didirikan hingga lebih dari 20 tahun.
Ketiga orang inilah yang masih bisa memberi banyak keterangan tentang keadaan THHK di masa lalu. Dengan berdasarkan pada keterangan-keterangan yang kita dapat dan ditambah dengan sejumlah catatan yang kita simpan, sekarang kita mau coba menuturkan dengan ringkas riwayat dari Pergerakan Tionghoa yang modern di Indonesia.
Ha ha ha ha … Perlu anda ketahui bro, sampai hari ini saya masih anggota jemaat GKI (gereja Kristen Indonesia). Karena gereja sudah dibuka, makanya mulai ikut kebaktian lagi hari minggu. Sampai hari ini saya masih membaca Alkitab, makanya tetap memahami Alkitab apa adanya saja. Tulisan-tulisan saya tetap menjadikan Alkitab sebagai sumber pustaka dan standar kebenaran. Alkitab selalu jujur walaupun banyak tipuan di dalamnya.
Awalnya saya juga menjalani hidup penuh KETAKUTAN. Syukurlah setelah memutuskan untuk memahami Alkitab apa adanya saja, akhirnya saya bisa melihat Alkitab apa adanya saja.
Anda benar, ajaran yang BENAR membebaskan kita dari TAKHAYUL dan KETAKUTAN.
Thanks ayat-ayat alkitabnya, bro. maju terus.
saya heran, suhu kenapa masih kebaktian di gereja ?
serius nanya ini, bukannya buang2 waktu aja suhu ? maksudnya tujuan harapan apa suhu masih ke gereja ?
di tulisan ttg budak kristen,
hai hai on 02/02/2019 at 12:51 pm
00Rate This
Allah yang anda maksudkan itu siapa? Kita sudah lihat catatan di dalam alkitab. semua yang disebut Allah itu tidak berdaya, walaupun menjanjikan banyak hal. itulah bukti bahwa Allah itu tidak ada yang bicara. yang bicara dan ngaku-ngaku allah itu manusia.
Kenapa orang Kristen berdoa dan kebaktian? Karena ada yang GILA hormat dan minta disembah siang malam dengan iming-iming berkat dan ancaman dibikin miskin dan sengsara.
Kenapa orang Tionghoa sembahyang? Secara NALURI manusia ingin dimuliakan dan bersikap rendah hati. Siapa yang kita muliakan? Orang tua. Siapa yang dimuliakan orang tua? Orang tuanya. Kalau diteruskan, maka kita akan sampai pada pesimpulan tentang keberadaan DIA yang MELAHIRKAN namun TIDAK pernah DILAHIRKAN.
Saya tidak takut lagi dengan OKNUM gila hormat tersebut namun secara naluri saya masih suka DIMULIAKAN dan suka bersokap RENDAH hati. Itu sebabnya saya masih tetap ke gereja. Untuk apa? Untuk melatih diri bersikap rendah hati.
Saya yakin, setelah takhayul-takhayul dan informasi-informasi palsu dalam Alkitab terbongkar maka kita bisa baragama dengan akal budi tanpa ketakutan dan tanpa penipuan.
Kenapa saya tetap ke gereja dan tetap menjadi anggota jemaat gereja? Karena agama tiongkok kuno mengajarkan dan saya melihat kenyataannya bahwa MANUSIA perlu TONG (berkumpul). Gereja saya adalah KUMPULAN saya, Handai taulan saya. Kami gotong royong dan saling peduli. Walaupun banyak yang menyebalkan namun banyak juga senangnya.