“Kenapa pendeta Kristen disebut Boksu dan apa artinya? Dengan sebutan apakah seharusnya istri Boksu disapa dan artinya apa?” Itulah pertanyaan yang sering sekali dipertanyakan bahkan oleh Boksunya sendiri.
Walaupun disangka bahasa Hokkien, sesungguhnya Boksu bukan bahasa Hokkien. Itu adalah dialek Tionghoa Indonesia mengucapkan kata mandarin Bóshū 伯叔. Bó 伯 artinya paman tua (kakak lelaki ayah). Su 叔 artinya paman muda (adik lelaki ayah). Itu sebabnya, Bóshū artinya paman tua paman muda. Aneh bukan?! Kenapa demikian?
Boksu (Bóshū) adalah gelar kehormatan, bukan gelar ikatan kekerabatkan. Itu sebabnya istri Boksu tidak diberi gelar kehormatan Boksumu (Bóshūmǔ 伯叔母 – istri Boksu) karena ketika seseorang dihormati sebagai Boksu, istrinya dan anggota keluarganya yang lain (anak, adik, kakak, paman, bibi, ayah, bunda, kakek, nenek) tidak turut dimuliakan.
Apa sebutan untuk istri Boksu? Karena tidak turut dimuliakan itu sebabnya istri boksu diperlakukan sebagaimana lajimnya sesama anggota gereja diperlakukan. Dila umurnya lebih muda, dia dipanggil menurut namanya. Kalau lebih tua, disapa mbak atau cici atau ibu. Bila ibu pendeta menuai rasa hormat dari berbagai usia, umumnya, diberi gelar Mǔēn 母恩 artinya ibu yang baik.
Dengan kata lain, pendeta dimuliakan alias diberi kemuliaan setara dengan kemuliaan PAMAN dari AYAH. Dalam tradisi Tionghoa, kemuliaan demikian hanya KALAH dari kemuliaan AYAH. Itu sebabnya, di kalangan Tionghoa Kristen Indonesia, tidak semua pendeta dipanggil BOKSU oleh anggota jemaatnya. Itu sebabnya, banyak pendeta yang baru dipanggil BOKSU setelah bertahun-tahun menjadi pendeta lalu menuai rasa HORMAT.
Bagaimana dengan pendeta perempuan? Apa gelarnya? Dalam ajaran Tiongkok kuno, rasa hormat tidak mengenal jenis kelamin orang yang dihormati. Itu sebabnya, walaupun pendeta perempuan, namun dia tetap dipermuliakan sebagai BOKSU alias paman dari AYAH. Di dalam kesusilaan Tionghoa, kemuliaan paman dari IBU kalah jauh dari kemuliaan paman dari AYAH.
Bahasa Indonesia adalah bahasa pemersatu bangsa Indonesia, sementara aksara (tulisan) adalah pemersatu bangsa Tiongkok. Walaupun tidak saling mengerti bahasanya secara lisan namun mereka bisa berkomunikasi secara tulisan karena aksaranya sama walaupun pengucapannya berbeda.
Contoh: Bahasa mandarin-nya: Bóshū 伯叔. Bahasa Kwangtungpnya (Cantonese): Baaksuk 伯叔. Bahasa hokkiennya: Phe chek 伯叔. Walaupun tidak saling mengerti bahasanya namun ketiganya bisa saling berkomunikasi dengan lancar karena tulisannya sama.
Sebelum Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) Cina Hwee Koan (1900) mendirikan sekolah pada tahun 1901, umumnya orang-orang Cina Hindia Belanda buta huruf. Mereka tidak bisa membaca dan menulis.
Bahasa mandarin adalah bahasa yang digunakan dalam pemerintahan Cina. Lingua franca alias bahasa pengantar (bahasa pergaulan) orang-orang Cina di Hindia Belanda saat itu adalah bahasa Hokkien.
Kata Mandarin Bóshū 伯叔 dalam bahasa Hokkien adalah Phe chek 伯叔. Kenapa alih-alih menggunakan kata Boshu atau Phechek (pakcik), orang-orang Tionghoa Indonesia justru menggunakan istilah Boksu? Karena adalah logat alias terjemahan literal dari Boshu.