Pendeta Kok Nyupir Gojek?


Penampilannya garang dan suaranya lantang ketika bicara. Di belantara Yogyakarta. Bila anda beruntung, dia akan mengantarmu menuju tujuan anda dengan belalang tempurnya, namanya juga supir GOJEK.

Bila menjelajahi, mungkin saja, dialah yang mengatur dan menjaga motormu yang diparkir di salah satu pelataran parkir di sebelah timur Yogyakarta. Dia tukang parkir, bro. Bila bukan teman atau tidak ada teman yang bercerita, anda pasti menganggapnya supir GOJEK bisa saja dan tukang parkir kebanyakan.

Ramah. Paling-paling anda hanya menganggapnya orang Batak yang sudah lama merantau ke Yogya, sehingga dia ramah layaknya orang yogya kebanyakan. Setelah berinteraksi, palingan anda memujinya tukang parkir baik hati yang rajin bekerja penuh dedikasi.

Setelah ngobrol cukup lama, barulah anda mulai merasa betapa isimewanya supir GOJEK. Hal yang serupa juga berlaku sama ketika anda ngebul bersamanya di pelataran parkir. Hanya orang-orang berumur yang mampu mendefinisikan bahwa pembawaannya itu disebut: Berwibawa dan cerdas. Linuwih, kata kami orang Jawa.

Jangan minder bila anda bertemu dan berinteraksi dengan supir GOJEK dan tukang parkir tersebut karena dia adalah pendeta senior yang sudah makan asam garam dan master teologi pula pendidikannya di salah satu STT ternama Yogyakarta.

Demi kuliah lagi, saya pun mengambil cuti di Gereja. Artinya tidak menerima tunjangan alias tanpa penghasilan dari gereja sementara rumah tangga harus tetap ngebul, bukan?
Itulah sebabnya saya jadi supir GOJEK dan tukang parkir disela-sela kuliah dan belajar.

“Jujur saja, sebagai pendeta, selama ini saya selalu didahulukan dan diistimewakan. Namun sebagai supir GOJEK dan tukang parkir, saya harus MELAYANI siapa saja tanpa peduli dengan upah murah, rata-rata Rp. 4.000.- sekali narik dan Rp. 1.000,- sekali parkir. Dengan bekerja keras tanpa bilangan, satu HARIAN, panennya maksimal sekitar Rp. 180.000,- saja.”

Menjadi Pendeta disebut menjadi pelayan Tuhan. Pekerjaannya disebut melayani. Sesungguhnya setelah menjadi supir GOJEK dan tukang parkir, saya baru tahu bahwa selama ini, sebagai pendeta, saya melayani dalam kondisi diistimewakan dan didahulukan.

Sebagai supir GOJEK dan tukang parkir saya harus merendahkan diri untuk dibelakangkan dan dianggap kasta Paria (kasta paling rendah) dalam sistem kasta sosial umat manusia.

Semua orang mau didahulukan dan dilayani keinginannya secara istimewa namun bukan hanya PELIT membayar lebih bahkan tidak mau membayar jasa pelayanan yang diterimanya. Sesungguhnya banyak pula yang peduli dan berterima kasih, namun tidak mampu untuk membayar lebih karena tidak punya uang lebih. Dalam hal demikian ucapan “terima kasih” yang halus dan tatapan mata yang tulus, adalah sesutu yang terasa sangat indah dan nikmat di hati.

Hai hai: Beberapa orang bertanya-tanya kepadaku, ” Kenapa pendeta yang sedang kuliah itu ujuk-ujuk jadi supir GOJEK dan tukang parkir?” Itu sebabnya ketika bertemu dengannya dalam perayaan Natal GKI Yasmin dan HKBP filadelfia di depan istana, saya pun bertanya dan berbincang dengannya di halaman RRI. Dari Yogyakarta, di hari Natal ini, dia khusus terbang ke Jakarta untuk mendukung juangan untuk menggugat presiden untuk menegakkan hukum dan HAM serta toleransi beragama di Indonesia dan mengugah kesadaran hukum dan HAM serta toleransi beragama bangsa Indonesia. Pendeta ini memang unik, itu sebabnya saya sangat menghormatinya dan beruntung bersahabat dengannya. Salam GOJEK.

3 thoughts on “Pendeta Kok Nyupir Gojek?

  1. salam hormat om
    satu kata, hebat!
    dan sy kadang jd merasa minder dan tersentil sm yg begini,
    hehehe….

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.