“300 ribu orang tanda tangan agar saya jangan berhenti jadi Presiden, tapi saya bilang, dari pada bangsa ini pecah dalam pertempuran, darah mengalir karena saya, mendingan saya lengser saja dech,” kata Gusdur.

Gusdur alias Abdurrahman Wahid adalah Presiden Indonesia tahun 1999-2001. Dia tidak dipecat oleh DPR RI dan MPR RI namun Gusdur terpaksa lengser agar tidak terjadi pertumpahan darah dalam konfliknya dengan DPR. Keadilan harus ditegakkan dan Kebenaran harus sebarkan agar bangsa Indonesia berani menatap ke langit dan memandang kepada sesama manusia.

Konflik antara DPR dan Gus Dur muncul karena Presiden memecat Jusuf Kalla (Menteri Perindustrian dan Perdagangan) dari Golkar dan Menteri Negara Investasi dan Pemberdayaan BUMN Laksamana Sukardi dari PDIP. Konflik itu mencapai puncaknya ketika Gus Dur mengeluarkan Dekrit Presiden membubarkan MPR/DPR serta pembekuan Partai Golkar.

Dengan menghalalkan segala cara DPR RI menjatuhkan Gusdur secara tidak sah. Awalnya DPR mengeluarkan memorandum 1 menuduh Gusdur melakukan korupsi dalam kasus Brunei Gate. Kemudian DPR mengeluarkan memorandum 2 dengan menuduh Gusur korupsi dalam kasus Bulog Gate. Presiden tidak boleh diberi memorandum 2 karena Brunei Gate dan Bulog Gate adalah kasus yang berbeda:

Di samping itu, jika mengikuti perundang-undangan, setelah memorandum 1 dan 2 dilayangkan DPR, seharusnya Sidang Istimewa MPR dijadwalkan pada tanggal 1 Agustus 2001.

Nyatanya, Gus Dur dilengserkan pada 23 Juli dengan alasan dia memecat Jenderal Bimantoro sebagai Kapolri dan menggantikannya dengan Jenderal Chairudin Ismail tanpa persetujuan DPR.

Selain itu, berdasar Tap MPR nomor 3 tahun 1978 yang berlaku saat itu, untuk menjatuhkan presiden seluruh fraksi harus hadir dalam sidang. Faktanya, waktu Presiden dijatuhkan, tidak semua fraksi DPR hadir. PKB dan PDKB tidak hadir. Makanya, secara yuridis tidak sah.

Kenapa Gusdur memilih untuk lengser? Karena para anggota DPR RI dan MPR RI sudah mata gelap itu sebabnya mereka menghalalkan segara cara untuk memaksakan kehendaknya.

Demi persatuan NKRI Presiden Soekarno merelakan jabatannya untuk diserahkan kepada Soeharto. Demi NKRI pula Presiden Abdurrahman Wahid alias Gusdur merelakan jabatannya untuk diserahkan kepada Megawati Soekarno Putri anak Soekarno.

Sore itu, setelah tidur aku lalu mandi dan keramas lalu makan sesuai tradisi para pendekar Tiongkok kuno. Surat wasiat sudah aku tulis sebelumnya untuk berjaga-jaga siapa tahu aku tidak selamat karena aku sudah siap mati bersama Gusdur demi NKRI.

Hanya memakai celana pendek, Gusdur melambai dari istana. Aku menontonnya dari televisi. Aku menyimpan semua perlengkapanku dan menguncinya di koperku. Dengan bercucuran air mata, aku mengeluarkan sulingku dan memainkan lagu, “Indonesia Tanah Air Beta.” Dari Gusdurlah aku mengerti makna lagu itu.

#GusdurBapakBangsa