Cangkir Gelasku jatuh dan pecah waktu Iis (Ini Istri Saya) mencucinya tadi pagi. Karena tahu aku menyukainya, yang biasa digunakan ayahku sejak 1971 itu diberikannya padaku waktu aku mulai kost di Yogya, kelas 1 SMP 1978.
Selama ini aku merawatnya karena selalu yakin bahwa cangkir gelasku itu akan kuwariskan kepada anakku guna diwariskan kepada salah satu anaknya dan anaknya dan anaknya dan anaknya dan anaknya. Turun-temurun demikian seterusnya.
Sama seperti ayahku memuaskan dahaganya dari cangkir gelasnya lalu mewariskannya kepadaku untuk memuaskan dahagaku selama ini, aku pun akan mewariskannya untuk memuaskan dahagamu anakku, dan selanjutnya tugasmulah untuk mewariskannya kepada anakmu untuk memuaskan dahaganya.
Itulah xiao 孝 bakti Tiongkok kuno yang diwariskan oleh para leluhur kita kepada kita untuk diwariskan kepada generasi penerus selanjutnya.
Seumur hidupnya orang tuaku berjuang memberiku kehidupan yang lebih baik. Itu sebabnya aku menyembahyanginya untuk mengucap syukur kepadanya setelah dia mati sementara aku berjuang mati-matian untuk memberimu kehidupan yang lebih baik sampai aku mati agar engkau menyembahyangiku untuk mengucap syukur kepadaku setelah aku mati dan giliranmu berjuang guna memberi anakmu kehidupan yang lebih baik.
Itulah ajaran xiao 孝 bakti Tionghua yang harus kita jalani seumur hidup kita lalu kita wariskan kepada anak cucu. “Lang chi gua, gua chi lang,” artinya, karena orang lain yang mulai merawatku, itu sebabnya kita pun kemudian merawat orang lain.
Tadi pagi, ketika kudengar suara jatuhnya, aku langsung tahu bahwa itu cangkir gelasku. Rasanya sama seperti ketika Monah ujug-ujug menelponku dan memberitahuku bahwa Samuel Frankklyn sahabatku, tiba-tiba muntah.
“Bo kiu liau,” artinya tidak tertolong lagi. Itu ucapkanku dalam kedua peristiwa tersebut.
Marah? Untuk apa? Bo kiu liau. Sudah tidak tertolong lagi. Aku sudah lama menjalani hidup sehingga tahu bahwa memarahi orang seharusnya adalah cara untuk memicu dan mamacu orang lain agar membina diri. Memarahi orang lain hanya sekedar untuk melampiaskan kemarahan kita, selain tidak berguna untuk membina orang lain juga menyakitkan diri sendiri dan orang lain.
Jadi, biarlah cangkir gelasku pecah. So what? Gitu aja kok marah?
hh: Seumur hidupnya orang tuaku berjuang memberiku kehidupan yang lebih baik.
Itu sebabnya aku menyembahyanginya untuk mengucap syukur kepadanya setelah dia mati …
MK: Mengapa bersyukur SETELAH dia mati?
Kalimat ini terkesan negatip saat dia masih hidup,
Dan apa hrs terus bersyukur kpd-nya sampe nanti kita mati.
Apa kakek tak cemburu, klo hanya terus bersyukur kpd-nya?
Salam Damai!
Wow, saya bljar lg, utk ap marah?
Memarahi orang lain hanya sekedar untuk melampiaskan kemarahan kita, selain tidak berguna untuk membina orang lain juga menyakitkan diri sendiri dan orang lain.
Trus, IIS nya diapain aja pak hai?
Ya nggak diapa-apain. dia bilang, “Glasmu pecah.” aku jawab, “Ya.” tidak ada ucapan yang lain.
kalau anda nggak mau bersyukur ya sudah. gitu aja kok repot?
Ekspresinya sama2 datar, haha…
ya. Itulah yang terjadi.