Sejak Indonesia merdeka tahun 1945, kesenjangan sosial tidak pernah menjadi kecemburuan sosial bagi masyarakat miskin Indonesia. Meskipun miskin, orang-orang Indonesia, apa pun sukunya, masih baik moralnya. itu sebabnya masyarakat Indonesia tidak pernah berkomplot untuk berjamaah merampok dan menjarah orang-orang kaya.
Kalau hari ini anda melihat truk mengalami kecelakaan sehingga isinya berhamburan atau terjadi kebakaran, maka sebagian penduduk langsung menjarahnya. Saya sudah pernah berkali-kali menjelajah pulau Sumatera, Jawa, Madura, Bali, Lombok, Sumbawa, Flores dan mengamati serta melakukan wawancara tentang hal demikian.
Mereka menjarah bukan karena jahat namun karena menganggap barang-barang demikian adalah barang tidak bertuan atau barang yang kalau tidak dijarah akan musnah atau hilang di ambil orang.
Itulah yang terjadi ketika para pemberontak Mey 98 melakukan pembakaran. Masyarakat tidak berbondong-bondong untuk melakukan pembakaran dan penjarahan untuk membalas dendam kepada orang-orang kaya apalagi orang-orang Tionghoa. Mereka menjarah setelah melihat bangunan-bangunan itu terbakar dan ada yang memprovokasi mereka untuk ikut menjarah karena merasa sayang kalau isinya tidak dimanfaatkan.
Baru 20 tahun berlalu. Sejarah mencatatnya dan banyak yang merekamnya bahkan di antara kita banyak yang melihat dengan mata dan kepala sendiri Kerusuhan Mey 98 itu.
Itu sebabnya, kerabatku sekalian, para penguasa alias para “pahlawan bangsa” alias para “cendekia,” itulah yang membuat merek, “Ganyang Cina,” lalu memfitnah masyarakat miskin bahwa merekalah yang “Mengganyang Cina,” dan hal itu terjadi karena kecemburuan sosial kepada orang-orang Tionghoa.
Padahal, sejarah mencatat bahwa sejak Indonesia merdeka para penguasa kutu kupret itulah yang mengganyang orang-orang Tionghoa kemudian menjadikan masyarakat miskin dan orang-orang Tionghoa itu sebagai kambing hitam dengan judul “Kesenjangan sosial”.
Handai taulanku sekalian, dalam lima tahun kepemimpinannya Jokowi dan Ahok sudah membuktikan tadang eleng-eleng bahwa kemiskinan masyarakat Indonesia, khususnya kemiskinan warga Jakarta terjadi karena para penguasa kutu kupret itu dengan rakusnya mencuri dan merampok pendapatan negara dan daerah.
Secara khusus Ahok Djarot telah menunjukkan bahwa kita tidak perlu kaya raya untuk ikut serta menikmati pelayanan kesehatan, transportasi, pendidikan, dan sebagainya asalkan seluruh keadilan sosial Indonesia dikelola dengan benar dan jujur serta kreatif.
Ganyang Cina? No Way! Yang harus kita nganyang adalah para penguasa kutu kupret maling rampok pendapatan negara dan daerah. Yang harus kita nganyang adalah para penjahat yang menyebar fitnah dan mengadu domba masyarkat Indonesia apa pun suku dan agama serta pendidikannya. Orang-orang picik yang menyebar kebencian dan fitnah tidak boleh dibunuh namun harus didik sampai mereka bertobat.
Dalang Kudeta Mey 98 sudah terbongkar. Sengkuni telah terbongkar. Sebentar lagi Dorna pun terbongkor. Karena di sorga yang terbesar adalah anak-anak.
Nah, untuk menggayang para penjahat dan provokator tsb kyaknya sulit klo yg berotoritas mengganyang itu pun ada yg trlibat sbgai pemantik
Pendidikan. Itulah yang paling tuntas dan dasyat mengganyang masalah itu. Para gurulah yang pegang peranan utama. Anda adalah guru. Anda pasti sudah melihat betapa hebatnya anda bisa menggarami dunia.
Ya pak hai, semoga saja garam saya gak mnjdi tawar