
strongblade.com
Menganjurkan seseorang yang sedang menjelang ajalnya untuk korban perasaan demi menyenangkan anak-anaknya agar merasa diberkati adalah hal biasa saja, namun Ahok menjagal agamanya menjelang ajalnya.
Namanya Ahok (bukan nama sebenarnya). Dia dan istri dan ketiga anaknya menganut agama Khonghucu sejak lahir. Istrinya meninggal lima belas tahun yang lalu. Ahok membakar jenasahnya karena mereka percaya bahwa selain tidak berguna membangun kuburan juga memboroskan uang dan tanah serta mamicu tahyul.
Lima tahun yang lalu, suatu hari, ketiga anaknya memberitahu Ahok bahwa mereka sudah masuk Kristen. Ahok sama sekali tidak keberatan. “Kebajikan dan kesusilaan kalian tidak berkurang apalagi hilang karena pindah agama.”
Beberapa bulan yang lalu Ahok menderita sakit keras. Aneh bin ajaib. Beberapa minggu yang lalu ujug-ujug anak-anak Ahok membujuknya masuk Kristen. Ketika Ahok menyatakan tidak ada alasan bahkan dirinya pun sudah terlalu tua untuk pindah agama mereka justru mengiming-iminginya bahwa bila masuk Kristen maka Yesus pasti akan menyembuhkan sakitnya.
Dengan bijaksana Ahok berkata kepada ketiga anaknya, “Silahkan saja kalau Yesus mau menyembuhkanku. Setelah Yesus menyembuhkanku, aku pasti ke gereja untuk pasang hio (duta) guna berterima kasih kepada-Nya.”
Namun ketiga anaknya kekeh-jumekeh menyatakan bahwa mujizat kesembuhan baru akan terjadi setelah Ahok masuk Kristen dulu. Walaupun menganggap cara demikian bo ceng li (tidak jujur dan adil) namun Ahok berusaha bersikap lapang dada.
Kepada anak-anaknya Ahok berkata, “Saat ini aku sedang sakit. Tidak sopan kalau aku ujug-ujug masuk kristen. Di samping itu, saat ini jangankan berpakaian rapih, berjalan turun dari ranjang pun aku belum mampu. Itu sebabnya, anak-anakku, biarlah aku tunggu sembuh dulu baru nanti ke Gereja untuk menjadi Kristen.”
Ketiga anak Ahok sedih bukan kepalang. Mereka lalu mengajak teman-teman gerejanya dan pendeta-pendetanya yang konon memiliki kuasa doa dan membuat mujizat untuk berdoa syafaat membujuk Ahok masuk Kristen sehingga bisa menerima mujizat kesembuhan.
Kepadaku yang menjenguk ahok, ketiga anaknya berterus-terang, “Om, penyakit papa tidak tersembuhkan lagi. Kami kuatir dia meninggal sebelum menjadi Kristen. Kami kuatir dia masuk neraka sebelum menjadi Kristen.”
Aku sering ke rumah sakit menjenguk Ahok. Kalau tidak ada yang diobrolkan aku memainkan suling sampai Ahok bosan atau tertidur. Anak-anak Ahok sering mengajakku berdoa di ruang doa rumah sakit sebelum aku pulang.
“Orang Kristen berdoa dengan ucapan namun orang Tionghoa berdoa dengan tulisan. Ketika anak sulung Ahok meresmikan kantor barunya, teman-teman gerejanya mendaraskan doa memberkatinya. Ahok membayar seorang ahli kaligrafi untuk menuliskan kata “hok” yang indah untuk doanya bagi kantor baru anaknya. Kata “hok” artinya sukses dan berkelimpahan. Itulah doa Ahok bagi anak sulungnya.
Umumnya kertas doa demikian ditempelkan di atas pintu agar orang-orang yang melihatnya ikut mendoakannya. Namun sayang, karena tidak mengerti maka orang-orang Kristen sembaranganya menuduhnya pemujaan berhala dan kuasa-kuasa kegelapan.
Ada hu yang terbuat dari kertas, ada pula yang dari kain, bambu, kayu, logam, batu mulia, emas dan lain-lain. Ada hu yang ditempel, ada yang digantung, ada pula yang diterbangkan angin. Ada yang berbentuk selember kertas, sebuah kartu, selembar kain, bendera, spanduk, baliho, umbul-umbul, patung katak, patung kura-kura dan lain sebagainya. Banyak pula orang yang melakukan penipuan dengan mengaku-aku punya kesaktian membuat hu yang berkasiat mewujudkan doa-doa.
Suatu siang, setelah ngobrol panjang-penjek tiba-tiba, Ahok berkata, “Elu tahu gua nggak percaya ajaran Kristen. Terlebih-lebih gua nggak percaya dengan janji Yesus pasti membuat mujizat dan menyembuhkan kalau gua percaya dan masuk Kristen. Leluhur kita tidak pernah mengajarkan tentang sorga dan neraka. Gua percaya ajaran leluhur bahwa semua yang dilahirkan pasti mati. Yang mati, tubuhnya akan membusuk jadi tanah sementara arwah kita terbang ke Tian (Yang Mahatinggi).”
“Ketika anak-anak gua pindah agama Kristen, itu bukan masalah bagi gua. Terserah mau disebut agama apa dan menyembah siapa karena bagiku yang penting adalah kebajikan (de 德). Bukankah Laozhi berkata, yang di atas kebajikan bukan kebajikan, itu sebabnya disebut berkebajikan. Yang di bawah kebajikan bukan kurang kebajikan, karena itu bukan kebajikan,”
“Tindakan anak-anak memaksa gua masuk Kristen benar-benar menyakitkan. Mereka cuma memikirkan dirinya dan keinginanya sendiri. Tega sekali mereka sekongkol dengan teman-teman dan pendeta-pendetanya untuk membohongi gua bahwa Yesus pasti bikin mujizat menyembuhkan kanker gua kalau masuk Kristen. Emangnya dia pikir gua bodoh? Kenapa gua harus pindah agama?”
Setelah lama berdiam diri sambil tersenyum mendengar keluh-kesah Ahok akhirnya aku berkata apa adanya kepada Ahok, “Hok. Kalau masuk Kristen bikin lu masuk sorga, lu rugi apa? Elu takut masuk sorga? Takut nggak ketemu bini lu dan generasi yang telah mendahului karena mereka bukan Kristen?”
“Elu sendiri yang bilang, menurut dokter, kanker lu nggak bisa sembuh lagi. Elu bakal mati dalam itungan hari.”
“Hok …. Elu mau dikubur gimana? Anak-anak lu nggak bakal membakar hio (dupa) apalagi gin cua (kertas perak) dan kim cua (kertas emas). Tradisi penguburan Saikong (pendeta agama Dao) pasti mereka anggap kekejian dan penyembahan berhala. Diam-diam mereka pasti bikin kebaktian di gerejanya.”
“Elu tega membiarkan ketiga anak lu demikian? Dengan bodohnya mereka akan merasa sedih dan bersalah karena nggak becus mengkristenkan elu. Dengan tololnya mereka merasa bersalah karena yakin elu pasti masuk neraka.”
“Menurut gua, bagusnya elu masuk Kristen aja dech. Pura-pura masuk Kristen aja hok. Demi anak-anak lu. Itung-itung korban perasaan. Bikin anak-anak lu dan teman-temannya serta pendeta-pendetanya senang sebelum elu mati kan nggak ada salahnya bukan? Ha ha ha ha ha … ”
“Elu takut menyalahi Yesus karena pura-pura masuk Kristen padahal elu nggak percaya sama sekali? Ha ha ha ha …. nich gua kasih tahu ya? Kitab Markus 9:14-29 mencatat kisah seorang bapak merasa kecewa karena murid-murid Yesus enggak becus menyembuhkan anaknya yang sakit ayan. Kepada Yesus dia berkata, ‘Sebab itu jika Engkau dapat berbuat sesuatu, tolonglah kami dan kasihanilah kami.’ Yesus kesel dan berkata, ‘Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!’ Segera ayah anak itu berteriak, ‘Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini’ Ha ha ha ha ….. Jadi, Hok, percayalah sama gua kalau Yesus nggak akan menyalahkan elu kalau demi anak-anak, elu pura-pura masuk Kristen.”
Akhirnya Ahok mati. Awalnya teman-teman dan handai taulannya kaget sekali karena selain jenasahnya tidak akan dibakar, alih-alih musik, “Tjeng tjeng, tung tjeng, tung tjeng. Tjeng tjeng, tung tjeng, tung tjeng …” justru bergema lagu-lagu gereja di rumah duka dan pemakamannya. Namun, tidak ada yang keberatan atau protes dan menuduhnya pembohongan publik apalagi penistaan agama.
Di rumah duka wajah ketiga anak Ahok berseri-seri. Berkali-kali mereka bersaksi, “Akhirnya Tuhan menjawab doa kami sehingga ayah kami diselamatkan.” Ketiganya dan teman-temannya sudah lupa dengan iming-iming mereka kepada Ahok bahwa Yesus pasti menyembuh kankernya jika dia menerima Yesus sebagai juru selamat-Nya.
Pendeta-pendeta yang mereka panggil untuk berdoa juga sudah lupa bahwa beberapa hari yang lalu, ketika mendoakan Ahok mereka mengaku beriman dan Yakin bahwa Yesus bukan hanya akan namun sudah membut mujizat dan menyembuhkan Ahok.
Di hadapan jenasah Ahok, aku merangkap kedua tanganku dan menjurah, memberi hormat tiga kali sambil berbisik, “Adanya diriku ini karena ayah bunda mewariskan tubuhnya. Karena tubuh ini warisan ayah bunda, maka tidak berani tidak hormat.”
Tiba-tiba aku nyengir saat teringat doa yang Ahok ucapkan ke telingaku saat pendeta membaptisnya, “Ya Allah, ampunilah cina kafir ini karena akhirnya aku menjagal agamanya menjelang ajalnya.”
Iman memang tidak bisa dipaksakan. Sebab kalau dipaksakan, artinya itu adalah iman yang terpaksa alias Iman palsu. Tuhan Yesus sendiri tidak memaksa orang agar beriman kepadaNya. Karena iman itu haruslah berasal dari hati yang suka dan rela.
Ayah di kitab markus dan Ahok (bukan nama sebenarnya). Keduanya seorang ayah yang dengan caranya masing-masing sedang memberikan kasih kepada anak-anaknya.
Notes:
ayat yang anda maksud dalam kitab markus, itu bukan pada Markus 8:14-29, melainkan pada Markus 9. cmiiw
thanks koreksinya. Saya memang salah mengutip alamat ayat. Saya sudah koreksi dan tambahkan link untuk kisah tersebut.
MENJAGAL AGAMANYA MENJELANG AJALNYA
Belajar memahami pola pikir orang tua, untuk belajar menjadi orang tua…