Rocky Gerung mengajarkan tentang FIKSI bukan FIKTIF sementara Yesus mengajar dengan perumpamaan yang bukan kisah nyata. Lalu siapakah yang seharusnya laskar Kristen laporkan ke Polisi agar masuk penjara?
Ghost Fleet: a Novel of The Next World War. Itulah judul novel karangan Peter Warren Singer dan August Cole. Di dalam novel tersebut diceritakan bahwa tahun 2030 Indonesia sudah tidak ada lagi.
Pernyataan, “Tahun 2030 Indonesia sudah tidak ada lagi,” dalam novel Ghost Fleet adalah FIKSI alias bukan FAKTA alias bukan kisah nyata. Namun pernyataan “Tahun 2030 Indonesia sudah tidak ada lagi,” tidak bersifat FIKTIF alias tidak bersifat khayalan karena itu tercatat dalam novel FIKSI tersebut.
Dalam pidatanya saat acara konferensi nasonal dan temu kader partai Gerindra pada Oktober 2017, Prabowo menyatakan, “Tetapi di negara lain mereka sudah bikin kajian-kajian dimana republik Indopnesia sudah dinyatakan tidak ada lagi tahun 2030. Bung, mereka ramalkan kita ini bubar!?” Ternyata kemudian Prabowo mengakui bahwa pernyataannya tersebut bersumber dari novel Ghost Fleet.
Namun, walaupun tahu pernyataan”Tahun 2030 Indonesia sudah tidak ada lagi,” dalam novel Ghost Fleet adalah FIKSI alias bukan FAKTA namun Prabowo memberitakannya sebagai FAKTA alias kisah nyata. Itu sebabnya, yang dilakukan Prabowo itu disebut PENIPUAN PUBLIK. Pernyataan Prabowo itu bukan FIKSI namun FIKTIF alias bohong alias khayalan.
Dan Ia mengucapkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka. Kata-Nya: “Adalah seorang penabur keluar untuk menabur. Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis. Matius 13:3-4
Itulah sebabnya Aku berkata-kata dalam perumpamaan (parabole) kepada mereka; karena sekalipun melihat, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mendengar dan tidak mengerti. Maka pada mereka genaplah nubuat Yesaya, yang berbunyi: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak menanggap. Matius 13:13-14
Kitab Injil mencatat bahwa Yesus sering sekali mengajar dengan FIKSI alias bukan kisah nyata alias bukan FAKTA. Para penulis kitab Injil menyebut FIKSI demikian sebagai PERUMPAMAAN. Ayat-ayat dalam Kitab Matius di atas adalah bukti bahwa Alkitab yaitu kitab suci orang Kristen penuh dengan FIKSI alias PERUMPAMAAN alias bukan kisah nyata.
Itu sebabnya, handai taulanku sekalian, kalau para Laskar Kristen dan Front Pembela Kristen mempolisikan Rocky Gerung menista agama Kristen lewat pernyataannya, “Kitab suci itu adalah fiksi,” bukankah itu berarti Yesus dan para rasul-Nya yang harus masuk penjara duluan? Bukankah itu berarti semua orang Kristen harus masuk penjara dengan vonis menista agama karena Yesus mengajar dengan FIKSI dan Alkitab mencatatnya?
Kisanak, dalam pernyataan, “Kitab suci itu adalah fiksi,” Rocky Gerung tidak bersalah bahkan kita patut berterimakasih kepadanya karena sudah menjelaskan kata “FIKSI” dan “FIKTIF” dengan gamblang sehingga kita mengerti perbedaannya dengan tegas.
https://bengcumenggugat.wordpress.com/2018/04/14/rocky-gerung-salah-pantun/
Kalau anda perlu melampiaskan kemarahan, maralah kepada Rocky Gerung karena dia salah pantun dan MENIPU PUBLIK tentang Hari Pertama Kampanye Jokowi – JK tahun 2014. Namun, tolong jangan berharap memenjarakannya karena lebih baik menegornya saja. Lebih baik kita menegornya untuk saling mengajar daripada saling menghajar.
Di bawah ini adalah translate dari kuliah yang diberikan oleh Recky Gerung. Bacalah dengan teliti dan hati-hati. Bacalah kembali sampai anda benar-benar mengerti karena yang diajarkannya itu baik bagi kita semua dan mendatangkan pengetahuan.
Rocky Gerung: “Asal usul dari masalah ini adalah soal fiksi atau fakta? Dan itu sebenarnya permulaan yang buruk karena waktu kita sebut fiksi, di kepala kita adalah fiktif.
Fiction itu kata benda, yaitu literatur. Selalu ada pengertian literi … literature dalam kata fiksi. Tapi karena dia diucapkan dalam suatu forum politik maka dianggap buruk. Fiksi itu sangat bagus. Dia adalah energi untuk mengaktifkan imajinasi. Itulah fungsi dari fiksi. Dan kita hidup dalam, dalam dunia fiksi lebih banyak dari pada dunia realita.
Fiksi lawannya realitas, bukan fakta. Jadi, kalau anda bilang itu FIKSI lalu kata itu menjadi peyoratif (red: mengalami perubahan makna yang mengakibatkan sebuah ungkapan bermakna menghina, merendahkan, dan sebagainya), itu artinya kita menginginkan anak-anak kita tidak lagi membaca fiksi. Karena sudah dua bulan ini kata fiksi itu menjadi kata yang buruk.
Kitab suci fiksi apa bukan? Siapa yang berani jawab? Kalau saya pakai definisi bahwa fiksi itu mengaktifkan imajinasi, “Kitab suci itu adalah fiksi.” Karena belum selesai. Belum tiba itu. Babad Tanah Jawa itu fiksi. Anda sebut apa saja. Jadi ada fungsi dari fiksi untuk mengaktifkan imajinasi. Menuntun kita untuk berpikir lebih imajinatif. Sekarang dia dibunuh kata itu. Dibunuh oleh oleh politisi. Bayangin.
Interupsi: Prof, informasi prof, bisakah fiksi itu menjadi hal yang menjadi tumpuan prediksi?
Lebih dari itu. Bahkan bukan untuk prediksi, tapi untuk destinasi. Jauh dari itu, bukan anda bikin prediksi. Anda percaya kepada fiksi dan anda dituntun oleh kepercayaan itu. Bisa tiba atau tidak bisa tiba? Gimana caranya? Itu fungsi kitab suci. Anda percaya kitab suci? Kenapa anda? Kenapa anda abaikan sifat fictional dari kitab suci? Karena itu bukan faktual. Belum terjadi. Dan anda dituntun oleh dalil-dalil dalam kitab suci. Bukan sekedar prediksi.
Dan saya mau terangkan itu supaya kita selalu punya semacam stock argumentasi sebelum disesatkan oleh pembulian politik. Jadi, sekarang kita harus pastikan bahwa fiksi itu baik. Yang buruk itu fiktif. Bisa bedain nggak? Diada-adain, diakal-akalin. Kalau saya bilang, “Kitab suci itu FIKTIF,” ooo, besok saya dipenjara, tuh? Tapi kalau saya bilang, “FIKSI,” saya punya argumen karena saya berharap terhadap eskatologi (red: ajaran teologi mengenai akhir zaman seperti hari kiamat, kebangkitan segala manusia, dan surga) dari kitab suci.
Saya tahu akibatnya karena itu saya terangkan supaya nggak jadi dicari-cari menjadi delik. Saya ngerti itu dari awal problem itu. Kalau saya tanya sekarang, “Kitab suci itu FIKSI atau FAKTA?” Anda mau jawab apa? Is it facto? Nggak. Jadi kesalahan kita, kita memakai kata fiksi itu untuk dibuli sehingga seolah-olah fiksi itu buruk.
Kenapa kata fiksi itu kemudian anda takut untuk diucapkan terhadap kitab suci? Karena selama ini kata fiksi itu dibebani oleh kebohongan seolah fiksi itu bohong. Tadi saya katakan, “Bohong itu fiktif.” Dalam bahasa Indonesia, kita bilang, “Fiktif, itu angka fiktif, bohong.“ Tapi fiksi, energi untuk tiba ke telos yang di depan (red: akhir; tujuan). Kita ingin tiba di telos, di ujung dari kitab suci itu adalah harapan, janji. Yaitu sifatnya fiksi. Baik atau buruk? Baik.
Jadi saya jelaskan itu supaya kita berhenti dengan debat, “FIKSI atau FAKTA?” Kalau mau debat itu FAKTUAL atau FIKTIF, bukan FIKSI atau FAKTA.
Selama ini tweter itu, media sosial itu, kita dibikin dungu oleh mereka yang tak paham tentang makna dari kata fiksi, fiction. Mahabarata itu fiksi, bukan fiktif, orang akan marah.
Jadi bagi saya, fiksi itu kreatif. Sama seperti orang beragama, kreatif. Dia menunggu eskatonnya (red: akhirnya), dia menunggu telosnya. Anda ucapkan doa, sebenarnya anda masuk dalam energi fictional karena anda pupuk harapan bahwa dengan untaian doa itu anda akan tiba di tempat yang indah. Begitulah fiksi bekerja. Lalu bisakah itu disebut keyakinan? Bisa! Dalam agama, fiksi itu adalah keyakinan. Di dalam literature fiksi adalah energi untuk mengaktifkan imajinasi.
Kimianya sama. Orang berdoa dan baca novel kimianya sama. Di dalam tubuh sama. Jenis hormon yang diproduksi sama. Itu persoalannya. Jadi itu pengantar untuk menertibkan kekacauan publik yang dibuat oleh politisi.”
#YesusDanFiksi #PerumpamaanYesusFiksi #RockyGerungDanFiksi
Anda pikir manusia itu teratur alias order? Anda pikir kuman TBC itu chaos alias kekacauan? Itu sebabnya sakit TBC adalah Chaos kalah lawan order? Ajaran Tiongkok kuno tidak demikian. Kenapa demikian? Karena sakit TBC itu terjadi karena kuman TBC menggenapi naluri untuk beranak cucu bukan bertindak chaos membunuhi manusia.
saya juga bingung baca uraian rudi haryadi ini pake bahasa berbelit-belit dan pake istilah yang ngak bisa diterjemahkan satu atau dua kata. Fiksi juga istilah membingungkan untuk cerita kisah nyata atau campuran. Perumpamaan didalam kitab suci juga terbukti menyebabkan multi tafsir. Kita harus mengerti kemampuan orang tidak sama. profesor aja dalam memahami kitab suci tidak ada yang sama. Kitab suci tidak menyesuaikan dengan semua pikiran manusia memang Egois.
#Kitab suci itu Egois#
Kitab suci harus dipahami tapi kitab sucinya sendiri tidak memahami semua pikiran manusia. Ada yang ngotot memahami dan menganggap orang lain bodoh tapi itu hanya mempertegas bahwa kitab suci memang susah dimengerti. Seperti orang mabok anggur ngelantur lalu kata-katanya dicatat dan dibukukan itulah tata bahasa kitab suci.Disebut fiksi juga ngak apa-apa memang isinya begitu.Namun biarpun ngaco tetap dibela karena virus fanatik bercokol diotak.