
Gambar: Femina
Apa tindakan GKI kepada anggotanya yang setelah bercerai lalu menikah lagi? Menentangnya berarti mendukung kumpul kebo? Mendukungnya berarti meneguhkan dan memberkati perzinahan? Buah simalakama? Bukan!
Pedoman Kebijakan Pastoral
Satu-satunya dokumen resmi yang saya temukan membahas masalah perceraian dan nikah kembali di GKI adalah “Pedoman Kebijakan Pastoral Menghadapi Masalah Perceraian dan Pernikahan Kedua” yang disahkan oleh Majelis Sinode GKI Jateng dalam Persidangan V Majelis Sinode GKI Jateng tanggal 28-31 Agustus 2000 di GKI Taman Cibunut Bandung.
Mungkin masih ada dokumen lainnya yang tidak saya temukan namun faktanya Tata Gereja dan Tata Laksana GKI tahun 2009 sama sekali tidak memuatnya. Apakah itu berarti GKI menganggap masalah perceraian dan nikah kembali bukan hal penting? Atau GKI belum sanggup menentukan sikap atas hal demikian? Saya tidak tahu.
Perceraian Dan Pernikahan Kembali
Majalah Kasut GKI Pondok Indah Jakarta No. 74/Tahun XIV/Oktober 2010 memuat artikel Pdt. Joas Adiprasetya Rektor STT Jakarta periode 2011-2015 berjudul: Perceraian Dan Pernikahan Kembali – Telaah Etis Dan Teologis.
Setiap orang yang menceraikan (apoluo) isterinya, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah; dan barangsiapa kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia berbuat zinah.” Lukas 16:18
Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.” Matius 19:9
Menurut Joas: Dalam bagian ini, Yesus memberikan pandangan normatif bahwa perceraian tidak dimungkinkan. Singkatnya, sebelum diterapkan sebagai tata gereja bagi jemaat, prinsip normatif perlu didampingkan dengan pengecualian. Pengecualian yang membuat aturan tersebut dapat berlaku secara aplikatif di dalam situasi sesehari yang kompleks. Itu sebabnya menurut Injil Matius, terdapat pengecualian dimungkinkannya perceraian yaitu karena zinah (Yun porneia).”
Kepada orang-orang yang telah kawin aku–tidak, bukan aku, tetapi Tuhan–perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya. Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya. 1 Korintus 7:10-11
Kepada orang-orang lain aku, bukan Tuhan, katakan: kalau ada seorang saudara beristerikan seorang yang tidak beriman dan perempuan itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah saudara itu menceraikan dia. Dan kalau ada seorang isteri bersuamikan seorang yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan laki-laki itu. 1 Korintus 7:12-13
Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh isterinya dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Andaikata tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah anak cemar, tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus. 1 Korintus 7:14
Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai; dalam hal yang demikian saudara atau saudari tidak terikat. Tetapi Allah memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera. 1 Korintus:15
Sebab bagaimanakah engkau mengetahui, hai isteri, apakah engkau tidak akan menyelamatkan suamimu? Atau bagaimanakah engkau mengetahui, hai suami, apakah engkau tidak akan menyelamatkan isterimu? 1 Korintus 7:16
Joas menyatakan: 1 Korintus 7:10-11 menampilkan prinsip normatif yang tidak berisi pengecualian sama sekali. Orang Kristen tidak diizinkan bercerai atau menikah kembali. Kemudian, berbeda dengan Yesus, Paulus memberikan pengecualian lain, bukan perzinahan, namun perbedaan iman. Situasi khusus Paulus yang berbeda dengan Matius menghasilkan pengecualian yang berbeda pula.
Klausa pengecualian Paulus tidak muncul di dalam aturan normatif Yesus, maupun di dalam klausa pengecualian Matius. Sebaliknya klausa pengecualian Matius tidak muncul pula di dalam aturan normatif Yesus maupun klausa pengecualian Paulus. Mengapa demikian? Jawabannya sederhana saja, namun sayang selalu luput dipahami oleh banyak orang-orang Kristen legalistis yang justru suka menauratkan injil yaitu:
Sebuah prinsip normatif perlu ditegakkan namun situasi konkret yang tragis membuat prinsip normatif tersebut harus memiliki pengecualian, justru agar prinsip normatif tersebut tidak membelenggu manusia namun membebaskan manusia atau memanusiakan manusia.
Lebih lanjut Joas bilang, “Di dalam Ecclesiastical Ordinances 1561, Calvin menambahkan tiga pengecualian lain bagi perceraian yaitu: impotensi, ketidaksesuaian agama yang ekstrem dan pengabaian.”
Setiap orang yang menceraikan (apoluo) isterinya, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah; dan barangsiapa kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia berbuat zinah.” Lukas 16:18
“Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Lukas 14:26
Kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Kerajaan Allah meninggalkan (aphiemi) rumahnya, isterinya atau saudaranya, orang tuanya atau anak-anaknya, akan menerima kembali lipat ganda pada masa ini juga, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal.” Lukas 18:29-30
Berdasarkan tiga ayat di atas, Joas menyatakan, “Segera kita akan mendapati dua pesan yang kontras. Yang satu melarang perceraian, yang lain juga menganjurkan sikap benci kepada keluarga bahkan harus meninggalkan mereka (termasuk istri).”
Bengcu Menggugat:
Kerabatku sekalian, menurut Joas, di dalam Lukas 14:26 Yesus menganjurkan untuk membenci anggota keluarganya. Joas ngaco-belo. Yesus tidak menganjurkan apalagi membuat syarat untuk menjadi pengikut-Nya namun membongkar kedok para pengikutnya. Kenapa sanggup mengikut Yesus? Karena membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan.
Tentang Lukas 18:29-30 Joas kembali ngaco-belo. Yesus tidak menganjurkan agar murid-murid-Nya meninggalkan rumahnya, isterinya atau saudaranya, orang tuanya atau anak-anaknya demi kerajaan Allah. Namun Yesus bernubuat bahwa mereka yang meninggalkan rumahnya, isterinya atau saudaranya, orang tuanya atau anak-anaknya karena kerajaan Allah akan menerima kembali lipat ganda pada masa ini juga, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal.
Yesus Dan Paulus Plintat Plintut
Kerabatku sekalian, kalau yang diajarkan oleh Joas benar, bahwa Yesus menetapkan norma tidak boleh bercerai kemudian membuat perkecualian sementara Paulus mengajarkan norma tidak boleh bercerai namun membuat perkecualian, itu berarti Yesus dan Paulus menjilat muntahnya sendiri alias plintat-plintut. Itu berarti kebenaran yang keduanya ajarkan adalah kebenaran mencla-mencle. Kebenaran mencla-mencle mustahil kebenaran sejati.
Pernikahan Adalah Perjanjian
Kenapa Joas ngaco-belo? Karena dia nggak paham ajaran alkitab. Kalau mengerti alkitab dia pasti paham bahwa Paulus dan Yesus sama-sama mengajarkan: Pernikahan adalah perjanjian antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk menjalani hidup bersama saling mengasihi dan saling menjaga dalam suka dan duka, dalam sehat dan sakit, ketika menyenangkan maupun ketika menyebalkan, di waktu kaya maupun miskin sampai maut memisahkan.
Perjanjian nikah batal secara otomatis ketika salah satu pihak meninggal. Perjanjian nikah juga batal bila kedua belah pihak sepakat membatalkannya. Menceraikan adalah tindakan sepihak. Itu sebabnya menceraikan tidak membatalkan perjanjian nikah namun mengkhianati perjanjian nikah. Namun, perceraian adalah kesepakatan kedua bela pihak untuk membatalkan perjanjian nikah mereka.
Perjanjian Nikah Batal Secara Otomatis
Menurut hukum Taurat mereka yang berzinah pasti dihukum mati. Itu sebabnya meskipun tidak dihukum mati namun secara hukum Taurat istri yang berzinah sudah mati. Karena istrinya sudah mati maka perjanjian nikahnya pun batal secara otomatis. Karena Perjanjian nikahnya sudah batal secara otomatis maka sang suami pun tidak terikat perjanjian nikahnya lagi. Itu sebabnya suami yang istrinya berzinah boleh menikah lagi.
Paulus mengajarkan bahwa berdasarkan hukum Injil suami atau istri yang tidak beriman (non Kristen) dikuduskan dan diselamatkan oleh pasangannya yang beriman alias Kristen. Dikuduskan artinya dianggap Kristen meskipun bukan Kristen. Diselamatkan artinya secara hukum injil tidak binasa. Namun karena bukan Kristen maka mereka tidak wajib menjalankan syariat Kristen.
Ketika suami atau istri non Kristen menceraikan pasangan Kristennya, menurut hukum Injil dia pun binasa karena tidak dikuduskan dan diselamatkan oleh pasangannya lagi. Karena sudah binasa maka perjanjian nikahnya pun batal. Karena perjanjian nikahnya batal maka boleh menikah lagi.
Perceraian Adalah Membatalkan Perjanjian Nikah
Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka. Dan jika tanganmu yang kanan menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa dari pada tubuhmu dengan utuh masuk neraka. Matius 5:29-30
Telah difirmankan juga: Siapa yang menceraikan isterinya harus memberi surat cerai kepadanya. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah. Matius 5:31-32
Menceraikan adalah tindakan sepihak mengkhianati perjanjian nikah. Bercerai adalah tindakan kedua belah pihak untuk membatalkan perjanjian nikah mereka. Apakah orang Kristen boleh bercerai? Apakah orang Kristen boleh menceraikan?
GKI mengajarkan bahwa orang Kristen tidak boleh menceraikan dan bercerai karena laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.
Bukankah mata dan tangan serta tubuh satu daging dan Allah yang mempersatukannya? Kenapa Yesus menganjurkan untuk mencungkil mata dan menebas tangan bila menyebabkan masuk neraka?
Orang Kristen tidak boleh menceraikan alias mengkhianati perjanjian nikahnya. Namun suami istri Kristen boleh membatalkan perjanjian nikah mereka. Itu sebabnya jangan menceraikan namun bercerailah. Bila saling mencintai dari dekat mengakibatkan penderitaan, cobalah untuk saling mencintai dari jauh. Itu sebabnya suhu hai hai berkata, “Perceraian adalah jalan terakhir untuk menyelamatkan pernikahan.”
Salam pak hai hai
Berikan saya pencerahan pak.
Aku berniat untuk menikahi gadis ku pak.
Namun kendalanya tidak seagama.
Teman2ku segereja melarang aku menikahinya dengan mengambil ajaran yang di tulis kepada jemaat korintus.
Aku bingung pak.
Tolonglah aku yant tidak percaya ini
Pernikahan beda agama memang bermasalah. baiklah saya menulis sebuah blog untuk membahasnya. judulnya, “Balada Pernikahan Beda Agama”
Iya pak, biar menambah pengetahuan dalam menyikapi kehidupan dalam arus moderenisasi ini pak.
Blog balada dibagian mana pak?
Hahaha. Anda benar. Tapi biarain aja, ini kan blog dia. Kita numpang baca aja pendapat orang2. Hahaha.