Si Murtad Charles Templeton


Saya baru melihat seseorang yang memberi warna baru pada agama. Dinamis, atletis dan tampan seperti aktor Hollywood. Dia seorang pemuda dari Kanada dengan nama Charles B Templeton yang lebih suka dipanggil “Chuck.” Alih-alih menggunakan cara kuno, menakut-nakuti orang dengan api neraka dan mengancam dengan kutukan, dia justru menggunakan bujukkan bak seorang salesman, sungguh, dia telah menetapkan standard baru penginjilan. Nampaknya, dia bukan hanya memenangkan orang-orang baru namun juga menguatkan orang-orang Kristen lama. Belum pernah ada gelombang kebangkitan rohani yang demikian tinggi yang melanda seluruh negeri, Chuck menjadi pusat perhatian di setiap gereja yang dikunjunginya. Dalam satu tahun dia berkotbah kepada 1.500.000 (satu setengah juta) orang lebih, di dalam setiap kebaktian yang dia pimpin rata-rata 150 orang mengambil keputusan. Jadwal kotbahnya sudah penuh untuk dua tahun ke depan. Saat melakukan KKD di Sidney, Australia, dari 30.000 penduduknya, pada malam terakhir KKRnya, 10.000 orang hadir mendengarkan kotbahnya.

Itulah sebagian tulisan mengenai Charles Templeton yang dimuat di American Magazine edisi Agustus 1953. Julukannya adalah Religion’s Super Salesman, barang yang dijualnya adalah Super life-insurance policy merek dagangnya adalah Love.

Chuck lahir tanggal 7 Oktober 1915 di Toronto. Dia hanya mengecam pendidikan hingga kelas 1 SMA. Saat berumur 17 tahun dia harus bekerja guna menunjang keluarganya. Saat itu dia bekerja sebagai kartunis di koran the Toronto Globe and Mail. Dia adalah seorang pekerja keras yang sangat berbakat, karirnya naik dengan cepat. Pada tahun 1936, saat berumur 20 tahun, ketika menduduki jabatan Senior Editor, suatu malam dia meninggalkan pesta jam 3 pagi. Sementara berjalan pulang tiba-tiba saja dia merasa sangat kesepian. Dia merasa hatinya kosong dan hidupnya tanpa tujuan. Perasaan itu sangat dasyat, membuatnya meneteskan air mata putus asa.

Ketika sampai di rumah, seperti biasa ibunya ngomel tentang kebiasaannya berpesta pora dan menasehatinya untuk menjalani hidup yang lebih rohani. Dia membalas nasehat ibunya dengan omelan lalu buru-buru masuk ke kamarnya sendiri. Tiba-tiba dia tergerak untuk berdoa, itulah doa pertama yang diucapkannya seumur hidupnya. Dia tidak tahu bagaimana melakukannya, namun dia ingat apa yang diucapkannya saat itu,

“Tuhan, turunlah!” Dia mengulanginya beberapa kali, “Turunlah!”

Dia mengaku tidak tahu apa maksud ucapannya, juga tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi, namun tiba-tiba saja dia merasa tentram dan hidupnya bertujuan. “Setelah kejadian itu,” katanya, “Hidup tidak pernah sama lagi bagiku”

Sejak hari itu di rajin pergi ke gereja (Church of the Nazarene) dan sering dimintai tolong untuk melukis. Suatu hari Pendeta mengajak dia untuk mengikuti misi pelayanan selama 2 minggu ke kota Lowville, New York, di mana dia akan membantu melukis dan memimpin pujian. Perjalanan itulah yang memicunya mengambil keputusan untuk menjadi pengkotbah sepenuh waktu.

Untuk mewujudkan keinginannya, dia mengambil kursus Alkitab tertulis dan berbicara di depan umum. Dia berlatih kotbah di mimbar ketika gereja kosong. Dia juga berbicara kepada cermin. Dia membaca apa saja untuk menutupi kekurangannya dalam pendidikan formal.

Charles Templeton pun menjadi artis lukis dan pengkotbah keliling. Dalam salah satu parjalanan ke Grand Rapids, Michigan dia bertemu dengan seorang wanita bernama Constance. Pada hari ke 12 pertemuan mereka dia mengajukan lamaran dan mereka menikah 2 bulan kemudian. Setelah kembali ke Toronto, mereka memutuskan untuk membina gerejanya sendiri. Mereka menemukan sebuah gedung gereja yang telah 14 tahun kosong. Dengan sisa uang $600, dia menyewa gedung itu untuk 6 bulan dengan sewa $100 perbulan. Dia membersihkan dan mencat ulang gedung itu dengan bantuan istri dan ibunya serta menamainya Avenue Road Church.

Pada malam sebelum memulai pelayanan gereja itu, Chuck berkata kepada istrinya, “Kita punya gereja namun tidak punya uang, kita punya bangku namun tidak punya jemaat, kita punya organ namun tidak ada musik. Namun saya yakin, gereja ini akan hidup!” Dan itulah yang terjadi. Pada tahun ke 2 dalam setiap kebaktian gereja dengan kapasitas 1.200 orang itu penuh sesak, itu sebabnya Chuck meminjam uang untuk memperbesar gereja itu hingga dapat menampung 1.800 orang.

Malam sebelum pembukaan gereja baru, Chuck dan istrinya tidur jam 01.30, lelah namun bahagia. Pada jam 03 pagi dia terbangun oleh suara dering telepon, “Tuan Templeton, sebaiknya anda segera datang, gerejamu kebakaran!” itulah suara yang dia dengar. Tergopoh-gopoh dia berlari ke gerajanya dan tiba di sana tepat waktu untuk melihat atap gerejanya roboh. Sambil menatap reruntuhan gerejanya Chuck berpikir, “Apabila Tuhan memang ada, kenapa Dia membiarkan hal itu terjadi?” Namun pada waktu yang bersamaan ayat Roma 8:25 melintas di benaknya, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.”

Selama berjam-jam Chuck berjalan sendirian menembus udara malam yang dingin membeku sambil memikirkan apa yang harus dia lakukan untuk mengatasi malapetaka yang baru saja terjadi. Tiba-tiba dia mendapat ilham lalu pergi ke kantor koran tempat dia bekerja dulu untuk memasang iklan,

“Gereja kita yang cantik terbakar, namun Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Datanglah ke Masonic Temple untuk mendengar kisah tentang api itu pada hari Minggu jam 07.00 pagi.”

2000 orang menghadiri kebaktiannya uang kolekte yang terkumpul jumlanya $24.000 dan terus bertambah ketika cerita itu menyebar ke seluruh penjuru Kanada dan Amerika. Gereja baru yang lebih luas dan lebih indah dibangun di atas reruntuhan gereja lama, menghabiskan dana $102.000, namun dalam waktu 5 tahun, semua hutang untuk pembangunan gereja terbayar lunas. Charles Templeton pun menjadi seorang pengkotbah besar. Dia berkotbah kepada 18.000 orang di Maple Leaf Gardens – Toronto, dan berkotbah kepada 20.000 hingga 70.000 orang di Soldier Field, Chicago dan Rose Bowl – Pasadena, California. Pada tahun 1941 bersama-sama dengan Billy Graham dia mendirikan sebuah lembaga penginjilan International Youth For Christ (YFC) dan melakukan perjalanan untuk berkotbah ke 10 negara di Eropah.

Gereja yang besar dan indah dengan jemaat yang ribuan jumlahnya. Rumah tinggal yang nyaman dan uang yang berkelimpahan. Pelayanan yang luar biasa, ribuan bahkan puluhan ribu orang datang setiap kali kotbah. Ratusan bahkan jutaan orang mengaku mendapat berkat dari kotbah-kotbahnya. Suatu pencapaian yang luar biasa. Namun semua hal itu tidak berarti bagi Charles Templeton. Dia meninggalkan semuanya itu bagi orang lain dan mendaftar ke Princeton Theological Seminary untuk mengikuti kuliah selama 3 tahun. Karena jenjang pendidikan formalnya hanya kelas 1 SMA, maka dia tidak dapat diterima untuk program Sarjana, namun pihak universitas setuju untuk menerimanya sebagai mahasiswa khusus. Dia kuliah selama tiga tahun (1948-1951). Ketika kuliahnya berakhir, dia diangkat sebagai pendeta di the National Council of Churches.

Pada zaman itu, setiap Pengkotbah KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani) berhak atas uang Persembahan Kasih yaitu semua uang kolekte yang terkumpul pada hari terakhir. Dengan cara demikian, maka diperkirakan dalam 1 tahun Chuck akan mengumpulkan uang lebih dari $100.000. Dia menolak sistem Persembahan Kasih, bahkan memaksa hanya minta digaji $7.500 pertahun oleh National Council of Churches. Semua uang kolekte selama KKR diberikan kepada gereja dan seluruhnya digunakan untuk pekerjaan penginjilan. Charles Templeton adalah seorang pengkotbah luar biasa, dia menghabiskan waktu 7 bulan untuk kotbah di Amerika dan 4 bulan untuk kotbah di Kanada. Selama bulan Agustus, dia cuti.

Banyak orang yang menyatakan bahwa pelayanannya jauh lebih hebat dari Billy Graham dan banyak orang yang meramalkan bahwa dia akan menjadi pengkotbah terbesar abad ini, namun Charles Templeton menjungkir balikkan semuanya. Pada tahun 1957 tiba-tiba saja dia berhenti! Dari seorang penginjil besar dia putar haluan 180 derajat. Dia menyangkal semua yang dia beritakan selama 21 tahun untuk menjadi seorang Agnostik, dia tidak mau percaya lagi bahwa Allah itu Maha Kasih.

Ketika berumur 80 tahun, tahun 1995 dia dideteksi mengidap Alzheimer atau Pikun. Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang disebabkan oleh penurunan fungsi saraf otak di mana penderitanya akan kehilangan daya ingat, pertimbangan (judment), bahkan kewarasan. Pada saat itulah dia menerbitkan sebuah buku Farewell to God – My reasons for rejecting the Christian faith, di dalam buku itu dia menjelaskan kenapa dia meninggalkan Iman Kristennya untuk menjadi seorang Agnostik dan humanis.

Charles Templeton di Mata Lee Strobel

Pada tahun 2000, Lee Strobel menerbitkan sebuah buku dengan judul The Case for Faith – A Journalist Investigates the Toughest Objections to Christianity. Di dalam buku itu Lee Strobel memasukkan hasil wawancaranya dengan Charles Templeton. Pada kesempatan itu Strobel bertanya tentang dua hal padanya, Billy Graham dan Yesus Kristus. Saya belum pernah membaca buku itu, berikut ini adalah kutipan-kutipan tentang wawancara itu yang saya peroleh dari internet, kemungkinan besar kutipan-kutipan itu benar karena saya sudah membandingkan 5 sumber yang berbeda. Berikut ini adalah kutipan wawancara itu ketika Strobel bertanya tentang Yesus Kristus.

“Bagaimana dengan Yesus? Tanya Strobel. “Anda percaya Yesus pernah hidup di dunia?”

“Tidak perlu dipertanyakan lagi!” jawab Templeton cepat.

“Apa pendapat anda tentang Yesus?” tanya Strobel.

Ketika mendengar pertanyaan itu, tiba-tiba rasa haru nampak menguasai jiwa Charles Templeton, dengan suara sendu dia lalu berkata,

“Dia adalah” Templeton melanjutkan, “ Dia adalah manusia paling agung yang pernah hidup. Dia adalah seorang moralis jenius. Kesadaran moralnya sangat unik. Pada hakekatnya Dia adalah orang paling bijaksana yang pernah saya temui di dalam hidup maupun di dalam bacaan saya. Pengabdiannya tuntas dan hal itu mengakibatkan kematianNya, sebuah kerugian besar bagi dunia.”

Sambil menyandarkan diri Strobel berkata, “Nampaknya anda sangat peduli tentang Dia?”

“O … Ya … Dia adalah hal paling penting di dalam hidup saya.” Ia melanjutkan, “Saya … Saya … Saya …” Dia gelagapan, berusaha mencari kata-kata yang tepat, “ Saya tahu mungkin ini terdengar aneh … Namun … Saya memujaNya!”

Strobel berkata, “Anda mengucapkannya dengan penuh perasaan.”

“Anda benar, Semua kebaikan yang saya ketahui, semua kesopanan yang saya ketahui, semua kesucian yang saya ketahui, saya mempelajarinya dari Yesus. Benar … Benar. Coba pikirkan! Lihatlah Yesus. Dia menyiksa manusia, Dia marah. Namun orang-orang tidak berpikir seperti Yesus, mereka tidak membaca Alkitab. Dia memiliki kemarahan yang suci dan dia peduli pada yang tertindas dan menderita. Tak perlu dipertanyakan lagi, dia memiliki standard moral tertinggi di dunia, tidak curang, paling berbelas kasihan di antara seluruh umat manusia. Ada banyak orang baik di dunia ini, namun Yesus adalah Yesus.”

Strobel merasa heran. Apa yang didengarnya sangat mengejutkan. Dia menyatakan bahwa suara Templeton serak dan parau ketika dia berkata, “Saya … sangat … merindukannya!” Orang tua itu lalu menangis, tubuhnya terguncang, ia menangis dengan pilu.

Akhirnya Templeton dapat menguasai emosinya, dia lalu menghapus air matanya. “cukup sampai di sini,” katanya, sambil menggoyang-goyangkan tangannya untuk menyatakan bahwa dia tidak mau lagi menghadapi pertanyaan mengenai hal demikian.

Charles Templeton di Mata hai hai

Banyak teman yang bertanya, apa pendapat saya tentang si murtad Charles Templeton? Beberapa di antaranya bahkan bertanya apakah si murtad Charles Templeton adalah contoh orang yang menghujad Roh Kudus? Bahkan tidak jarang yang menjadikannya sebagai bukti untuk menyangkal keyakinan saya bahwa keselamatan adalah 100% anugerah dan 0% usaha manusia, sekali burung memilih pohon tempatnya hinggap, mustahil pohon dapat menolaknya. Ada juga yang menggunakannya sebagai bukti bahwa peperangan rohani itu memang nyata dan Charles Templeton adalah bukti kemenangan Iblis pada peperangan rohani abad ini. Sedangkan yang menyatakan bahwa si murtad Charles Templeton adalah contoh orang Kristen duniawi yang mengandalkan akal budi dan mengingatkan saya untuk tidak meneladaninya agar tidak bernasib seperti dia, banyak sekali.

Si murtad Charles Templeton, saya tidak suka sama sekali dengan julukan itu. Menurutku, tidak ada satu orang Kristen pun di dunia ini yang berhak menyebut orang Kristen lainnya MURTAD kecuali para rasul Kristus. Di samping itu, atas dasar apa mereka menghakimi Charles Templeton MURTAD? Adalah fakta bahwa Charles Templeton tidak pernah menyebut dirinya Atheis, dia menyebut dirinya Agnostik. Dia tidak menyangkal keberadaan Allah sama sekali, menurutnya, dia TIDAK MAMPU memahami bahwa Allah yang penuh kasih membiarkan manusia menderita. Menurutku, dia bukannya tidak mampu, namun dia TIDAK MAU! Inilah kalimat-kalimat lain yang diucapkan oleh Charles Templeton ketika di wawancarai oleh Lee Strobel.

Ada sebuah foto, foto seorang wanita Afrika,” dia menjelaskan. “Mereka menghadapi musim kemarau berkepanjangan. Dia mendekap mayat bayinya sambil menatap langit penuh penderitaan namun tidak berdaya. Saya melihat foto itu dan bertanya, ‘Mungkinkah kita mempercayai bahwa di sana ada Sang Pencipta yang maha pengasih dan penyayang sementara yang mereka butuhkan hanya hujan? Bagaimana mungkin Allah yang Maha Pengasih melakukan hal demikian pada wanita itu? Siapa yang mengendalikan hujan? Bukan saya, juga bukan anda, namun DIA – Itulah keyakinan saya. Ketika menatap foto itu, tiba-tiba saja saya tahu mustahil hal itu terjadi bila di sana ada Allah yang maha kasih. Tidak ada jalan lain. Siapa lagi bila bukan setan yang mampu menghancurkan bayi itu lalu membunuh ibunya dengan kesedihan sementara yang mereka butuhkan hanya hujan?

Charles Templeton berhenti menjadi pengkotbah pada tahun 1957 namun, 16 tahun kemudian, pada tahun 1973 dia menerbitkan sebuah buku dengan judul Jesus – a Bible in Modern English. Berikut ini adalah paragraf pertama Kata Pengantar Buku itu.

Yesus Kristus, tidak diragukan lagi adalah orang yang paling berpengaruh dalam sejarah kebudayaan barat. Pengaruhnya menyentuh kehidupan sehari-hari setiap individu. Namun, sayang, orang-orang umumnya hampir tidak menenal Dia sama sekali. Umumnya, apa yang mereka ketahui tentangNya telah diwarnai kesalahpahaman. Kisah kelahiranNya hanya diketahui sejauh perayaan Natal sedangkan kematianNya hanya diketahui sejauh perayaan Paskah, namun kehidupan dan ajaranNya hanya diketahui ala kadarnya itupun hampir tidak dipahami sama sekali.

Anda dapat membaca paragraf lainnya di sini, bahkan anda pun dapat membaca seluruh isi bukunya. Tentang buku tersebut, Billy Graham sang hamba Allah menulis:

“Ide untuk menyatukan Injil Matius, Markus Lukas dan Yohanes menjadi satu kesatuan kisah kehidupan Yesus Kristus lalu memberinya judul YESUS sangat cemerlang. Hal itu akan membantu baik orang Kristen maupun non Kristen untuk memiliki gambaran menyeluruh tentang kehidupan Yesus.

Saya juga memuji Charles Templeton yang mengaku dirinya Agnostik, Karena kejujurannya yang total dengan tidak membiarkan adanya penafsiran yang bias di dalam tulisan ini. Alih-alih melakukannya, dia justru membiarkan Alkitab menyatakan kebenarannya sendiri. Memang ada kebebasan yang harus dijalankan dengan bijaksana untuk memilih kejadian-kejadian lalu mengurutkannya untuk menggambarkan kisah kehidupan Kristus dan ajaranNya, dalam hal ini, bila diberi kesempatan saya mungkin akan mengambil beberapa keputusan yang sedikit berbeda, namun perlu diakui, apa yang telah dilakukannya sama sekali tidak menyimpang dari pokok-pokok ajaran Kristen.

Besar harapan saya, buku ini akan memberi dampak yang luas dan mendalam serta berimbang kepada para pembacanya baik dalam aspek penginjilan, penguatan maupun pembelajaran.”

Sungguh mengherankan walaupun diterbitkan pada tahun 1973, namun ternyata buku itu sudah ditulis sejak tahun 1948, nampaknya kepergiannya untuk kuliah di Princeton Theological Seminary didorong oleh keinginan untuk menulis buku itu. Prilakunya patut dipuji, sangat berbeda dengan prilaku para pengkotbah top generasi ini yang tidak pernah kuliah namun gelarnya sepanjang kereta, semuanya honoris causa, anugerah, bukan karena sekolah dan belajar bersungguh-sungguh. Sungguh rendah hati! Kenapa Charles Templeton setelah berhenti jadi orang Kristen masih menghabiskan waktu 16 tahun untuk menyelesaikan buku itu dan menurut Billi Graham sang hamba Allah, buku itu sangat berguna baik untuk penginjilan, penguat iman maupun pendidikan dan tidak ada penyesatan sama sekali? Dari kata pengantar buku itu kita tahu, tujuan Charles Templeton menulis buku itu adalah supaya orang-orang mengenal Yesus Kristus dengan benar sesuai dengan apa yang tertulis di dalam Alkitab. Bila dia bukan orang Kristen, mustahil dia menulis YESUS KRISTUS, sebab dengan menyebut Yesus Kristus, itu berarti dia YAKIN bahwa Yesus adalah Kristus, Juru selamat yang diurapi. Dengan membiarkan Alkitab sendiri yang berbicara tentang Yesus Kristus, itu berarti dia YAKIN bahwa Alkitab adalah BENAR.

Pada tahun 1983 Charles Templeton kembali menerbitkan sebuah buku dengan judul An Anecdotal Memoir. Menurutnya, buku itu bukan autobiografinya namun sebuah catatan pendek kenangan, tidak dimaksudkan untuk menceritakan pergumulan hidupnya namun sekedar kenangan. Anda dapat membaca buku itu di sini. Mungkinkah seorang yang telah MURTAD selama 26 tahun menulis buku demikian? Silahkan baca bukunya dengan teliti dan bila anda menemukan hal yang bertentangan dengan Alkitab, tolong beritahu saya, karena saya tidak menemukannya.

Pada tahun 1995 saat berumur 80 tahun, ketika dideteksi menderita Alzheimer, Charles Templeton menerbitkan buku Farewell to God – My Reasons for Rejecting the Christian Faith. Itulah buku terakhir yang ditulisnya.

Saya belum pernah membaca buku Farewell to God, sementara di Internet hanya sedikit sekali tulisan yang membahas buku tersebut, namun dari beberapa situs yang membahas tentang buku itu, baik yang ditulis oleh orang Kristen maupun non Kristen, nampaknya dia hanya mempertanyakan pertanyaan-pertanyaan yang sudah dipertanyakan banyak orang selama ini dan sudah dijawab dengan baik oleh orang-orang Kristen.

Dalam buku itu Charles Templeton menulis, suatu kali Billy Graham menyatakan bahwa dia, daripada mempertanyakannya, justru memutuskan untuk menerima Firman Allah apa adanya. Menurut Charles Templeton, tanpa mengurangi rasa hormat namun apa yang dilakukan oleh Billy Graham itu adalah “Pembunuhan Akal Budi.”

Apakah Charles Templeton murtad? Saya tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya, hanya dia dan Allah yang tahu apa yang sebenarnya terjadi. Saya tidak kenal dia, hanya membaca kisahnya dan tulisan-tulisannya. Saya hanya bisa bermimpi bercerita kepadanya tentang anjing-anjing yang saya sayangi namun saya bunuh. Ini salah satu kisahnya.

Namanya Alfa, seekor anjing Doberman Jantan, salah satu anjing Doberman terbaik yang pernah saya temui. Saya kenal anjing itu dengan baik dan saya pernah melatihnya waktu kecil. Saya menyerahkan Alfa kepada adik perempuan saya guna menjaga rumah mereka ketika dia berumur 6 bulan. 100% patuh, silahkan bertanya kepada adik saya atau suaminya atau kepada kedua anaknya, tak peduli berapa lebar pintu gerbang terbuka, si Alfa tidak pernah melangkah melewati gerbang itu. Tak peduli berapa lebar pintu rumah terbuka, Alfa tidak pernah melangkah melewati pintu rumah. Anjing adalah anjing, tempatnya di luar, dia hanya boleh masuk rumah dan dia hanya boleh keluar pagar bila diajak tuannya. Itulah yang saya ajarkan kepadanya pada hari saya menyerahkannya kepada adik saya.

Satu tahun berlalu, Alfa mencapai usia dewasa, naluri dominasi mulai menguasainya, dia mulai terpancing untuk menjadi sang Alfa, pemimpin kelompoknya. Bagi anjing, semua makluk hidup di dalam lingkungannya adalah anggota kelompoknya, bila dia tidak menemukan pemimpin kelompok yang bijaksana yang dihormatinya maka dia akan mengangkat dirinya menjadi sang alfa. Berkali-kali saya menasehati adik saya untuk membuat kandang bagi si Alfa dan berkali-kali saya membujuk adik lelaki saya untuk melatih si Alfa. Namun nasehat saya yang masuk telinga kiri mental keluar, begitupun dengan yang masuk telinga kanan.

Suatu malam saya menerima berita, Alfa menggigit pembantu adik saya. Pada saat itu saya menasehatinya untuk mensukabumikan Alfa. Saya telepon adik lelaki saya untuk melakukan eksekusi dan itu harus dilakukan malam itu juga. Namun nasehat saya hanya ditampung, tidak dilaksanakan. Adik saya menunda untuk mengeksekusi Alfa ketika fajar menyingsing, mereka menjadi tidak tega melakukannya.

Satu bulan kemudian saya mendengar berita, adik perempuan saya diserang Alfa, lukanya sangat parah, hampir merenggut nyawa adik saya. Anda masih bisa melihat bekas lukanya di pipi dan tangan kanan adik saya, sangat mengerikan. Sang Alfa pun dieksekusi, setelah diberi obat bius dia lalu digantung sampai mati.

Anjing adalah anjing manusia adalah manusia, manusia tidak bisa menjadi anjing, anjing juga mustahil berprilaku manusiawi. Manusia senantiasa memanusiakan anjing sedangkan anjing selalu menganggap manusia adalah anjing. Bagi manusia apa yang dilakukan Alfa (anjing) itu tidak manusiawi, menggigit tuannya sendiri yang setiap hari memberinya makan, memanjakannya bahkan mencari kutunya. Bagi anjing apa yang dilakukan oleh Alfa adalah prilaku terpuji seekor pemimpin anjing. Sang Alfa secara konsisten akan menunjukkan dominasinya dan bila anggota kelompoknya tidak menaati sistem kasta, maka dia akan menghajarnya, cara anjing menghajar adalah menerjang dan menggigit.

Saya menganggap diri memahami sedikit ilmu jiwa anjing, saya memahami bahwa Alfa tidak salah ketika menggigit pembantu yang berlaku tidak sopan mengambil tikus hasil buruannya. Saya memahami Sang Alfa yang menyerang adik saya yang merusak (menggunting) pohon tanpa izinya. Namun anjing adalah anjing dan manusia adalah manusia. Apapun alasannya ketika anjing menggigit manusia dan saya tidak mampu menemukan orang yang sanggup menjadi Sang Alfa bagi si anjing, maka anjing itu harus disukabumikan (dibunuh dan dikubur atau dimakan dagingnya).

Waktu muda saya memelihara banyak anjing, belasan ekor bahkan puluhan ekor. Anjing ras maupun anjing kampung. Hanya anjing-anjing dengan karakter terbaik yang dibiakan dan dibesarkan sedangkan anjing penakut apalagi anjing pengecut tidak peduli betapa sayangnya saya pada mereka, mereka akan dipotong dan disajikan kepada manusia dengan nama Saksang maupun RW atau sengsu (tongseng asu) ketika merayakan Natal.

Sadis? Benar! Tidak Adil? Benar! Sok Jadi Tuhan? Benar, saya adalah Tuhan bagi semua anjing saya! Anjing mana yang berani menuduh saya? Anjing mana yang berani mengatakan saya tidak adil? Anjing mana yang berani mengatakan saya munafik, katanya pecinta anjing kok membunuh anjing semena-mena? Prinsip saya jelas, anjing yang membahayakan manusia, anjing yang tidak berguna bagi manusia, bahkan anjing yang tidak menemukan tuan yang mampu mengendalikannya, harus disukabumikan. Tidak adil? Sayalah standard keadilan bagi anjing-anjing saya. Tidak benar? Sayalah standard kebenaran bagi anjing-anjing saya. Saya adalah Tuhan bagi anjing-anjing saya dan semua anjing saya harus patuh 100% kepada saya.

Manusia adalah manusia, Allah adalah Allah. Allah bukan manusia dan manusia bukan Allah. Allah adalah Tuhan manusia, itu sebabnya Allah berdaulat 100% atas manusia. Mustahil mangganggap Allah adalah manusia apalagi berusaha memanusiakan Allah.

15 thoughts on “Si Murtad Charles Templeton

  1. //bila haihai masuk sorga maka semua orang yang dikenalnya pasti masuk sorga//

    hm… baiklah,semoga satu hari nanti saya bisa mengenal anda walau tak pasti masuk sorga.

    tahu bahwa dirinya tidak tahu,namun tidak mau mencari tahu,karena tidak ingin tahu,dan tidak butuh untuk mengetahui,karena yakin bahwa tak seorangpun yang mampu mengetahui….(tentang tuhan,sorga,neraka dan sepaketnya)

    Bagaimana pendapat anda tentang orang yang bersikap demikian?

    thanks lagi ya sudah berkenan menjawab pertanyaan saya.

  2. Kisanak, bila anda MATI lalu masuk neraka, beritahu penjaganya bahwa anda sudah membaca blog-blognya hai hai. Saya JAMIN anda akan diajak masuk sorga. Ha ha ha ha ha ….. Bila penjaga itu berlagak pilon, gebukin saja. ha ha ha ….. Pengetahuan tentang Indonesia bukan syarat untuk menjadi WNI.

  3. ha ha ha ha…
    anda memang orang yang sangat menyenangkan!.selalu punya cara untuk membuat orang tertawa.

    Kalimat kalimat anda juga sangat filosofis.
    Seperti seorang filsuf.

    Sekali lagi terimakasih om hhb.
    Saya sangat menyukai tulisan tulisan anda.

  4. Kisanak, Perjanjian Lama mengajarkan: YHWH memusnahkan umat manusia dan menyisakan nabi Nuh dan keluarganya. Selanjutnya YHWH membunuh semua orang yang DIBENCINYA atau yang MEMBUATNYA marah. Pembunuhan itu adalah HUKUMAN dari YHWH. Perjanjian Lama sama sekali tidak bicara tentang HUKUMAN setelah MATI.

    Beberapa tahun yang lalu televisi Indonesia menyirkan film Hercules dan Xena the Princes Warrior. Di dalam kedua Film tersebut diajarkan tentang orang-orang MATI yang dihukum di GEENA. Siapa yang menghukum mereka? Dewa-dewi. Ajaran itulah yang berkembang di Israel pada zaman Yesus di dunia ini. Bisa dikatakan begini:

    Yesus mengajarkan tentang KEHIDUPAN setelah KEMATIAN. Yesus juga mengajarkan tentang HUKUMAN bagi orang-orang jahat. Bahkan lebih lanjut Yesus MENGAJARKAN bahwa dirinya BERKUASA untuk menghakimi orang mati. Namun kemudian Yesus juga mengajarkan tentang PEMUSNAHAN JIWA setelah seseorang mati. MUSNAH artinya LENYAP alias menjadi NIHIL.

    Namun di atas kayu salib Yesus MENGAMPUNI dan minta Bapanya MENGAMPUNI juga. Kalau diampuni berarti tidak ada yang dihukum juga tidak ada yang dimusnahkan. Di samping itu, NERAKA tidak pernah diciptakan. Di samping itu Wahyu 22 mencatat di sorga ada sebuah KOTA untuk orang-orang SALEH sedangkan para PENJAHAT ada di luar kota. Saya tidak mau hidup di kota yang disebut Yerusalem baru itu. Arsitekturnya dan bahannya sama sekali tidak indah. Emas dan batu permata? untuk apa? saya mau hidup di luar kota itu saja.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.