Setelah berjabat tangan, kami ngobrol, seolah kami telah saling mengenal sejak 1000 tahun yang lalu. Kami ngobrol dan terus ngobrol …
Karena takut dengan adik kelas Josua, maka saya mengajak seorang teman, namanya BJ.
Jam 14.48 sampai di kampus Josua, kampusnya keren, nggak kalah megah dibanding dengan tower-tower lain sepanjang Jalan Sudirman. Kami parkir di samping Gedung B, gedung yang peresmiannya dilakukan oleh Almarhum Paus Yohanes Paulus II. Bila anda berkunjung, maka anda masih dapat melihat kursi yang digunakan oleh Beliau ketika berkunjung ke Kampus josua. Sungguh menimbulkan rasa cemburu.
Musik gending-gending jawa menyambut kedatangan kami. Anak-anak manusia yang cantik, gemulai me-narikan tangannya di atas bila-bila gamelan, suara merdu lembut menyentuh sukma. Sekelompok mahasiswa, sedang mempersiapkan diri, nampaknya mereka akan melakukan perjalanan mendaki gunung Gede. Kami menyapa beberapa orang di antaranya, mereka menyambut kami dengan ramah. Himpunan Mahasiswa Penjelajah Alam Edelweiss, FEUAJ sedang mengadakan pendakian umum.
Ketika kami bertanya, “Kenapa Penjelajah dan bukan Pecinta?”
Salah satunya menatap kami sambil tersenyum lalu berkata,
“Pecinta Alam pergi ke alam untuk mengungkapkan cinta, Penjelajah alam pergi ke alam untuk belajar. Alam adalah sekolah yang diciptakan oleh Tuhan, menjelajahinya adalah cara kami belajar.”
Sebuah pengungkapan yang luar biasa. Mereka berjanji untuk mengundang kami bila ada pendakian umum lagi. Kami meninggalkan mereka untuk pertemuan bloger Sabdaspace.
Setelah berputar-putar di Plaza Semanggi, kami menemukan lift untuk ke lantai 12, Gereja Hok Im Tong. Di sana kami bertanya, tentang mas Daniel dari Sabda. Mereka menunjukan salah satu staf Sabda. Seorang wanita ayu dengan rambut penuh tanda-tanda kebijaksanaan (ubanan). Saya dan BJ memperkenalkan diri. Seharusnya dia terkejut melihat penampilan kami, namun tidak. Sungguh seorang yang berhati tulus dan tanpa prasangka. Dia lalu beranjak, pergi memanggil mas Daniel untuk kami. Ha ha ha, mas Daniel menghentikan langkahnya ketika melihat kami, nampaknya, apa yang dia bayangkan tentang kami, sangat berbeda dengan penampilan kami.
Setelah berjabat tangan, kami ngobrol, seolah kami telah saling mengenal sejak 1000 tahun yang lalu. Kami ngobrol dan terus ngobrol hingga mas Daniel memberi kami VCD Sabda, sofware Alkitab dan Audio Alkitab. Ketika melihat penampilannya yang aduhai, otomatis saya bertanya dengan sopan, “Berapa biaya pengadaan yang harus kami ganti?”
Mas Daniel memandangku tersenyum, “Gratis!” jawabnya mantap, kemudian dia menambahkan bahwa saya harus mengisi formulir data diri saya. Saya mengisi formulir tersebut, mala memberinya kartu nama saya. Ha ha ha, aksi spontan seorang penjual, siapa tahu ada order? Saya membaca keterangan yang pada sampul VCD, dan merasa sangat kagum akan pencapaian yang dilakukan Sabda. Saya sudah mencobanya, Sabda versi 3.0 ini benar-benar menjadikan versi sebelumnya jadi barang antik. Nah, kalau anda pengguna Sabda versi sebelumnya, buang saja. Dengan senang hati saya akan mengcopy versi 3.0 untuk anda. Berikan alamat anda, bila anda domisili di Jakarta, maka dijamin anda akan menerimanya di alamat yang anda tulis, GRATIS. Saya mendapatkannya gratis, maka anda juga harus mendapatkannya gratis. Software Alkitab Sabda akan sangat membantu anda untuk membaca Alkitab dan belajar Alkitab.
Telepon dari Mas Deniss masuk, menanyakan cara untuk mencapai gereja Hok Im Tong. Beberapa menit kemudian dia muncul. Saya sudah pernah melihat foto-fotonya, tenyata dia jauh lebih gagah dari yang saya duga. Untung saya sudah punya istri, kalau tidak, maka dia pasti akan jadi pesaing terberat yang pernah saya hadapi.
Karena kebanyakan peserta sudah pulang, lalu kami duduk mengelilingi meja. Saya, dennis, BJ, mas Daniel dan Joni, yang pernah jadi staff Sabda, memulai obrolan kami. Sekali-sekali wanita ayu yang namanya Yulia, di sela-sela kesibukannya bebenah menyeling ngobrol dengan kami. Lalu muncul seorang asing, penampilannya sangat santai dan bersahaja. Dia mendekati kami lalu menyelami kami untuk berkenalan, dia menyebut namanya, Mark (kalau saya tidak salah dengar) dan memperkenalkan diri sebagai seseorang yang membantu Sabda. Awalnya dia berbicara dengan kami dalam bahasa Inggris, lalu perlahan-lahan, bahasa Inggrisnya hilang dan hanya berbicara dalam bahasa Indonesia. Saya tersenyum, ingat Indonesia-saram, yang selalu bilang, “bahasa Indonesia dulu disebut lingua franca.”
Tiba-tiba wanita ayu yang bernama Yulia itu menghampiri Mark dan mengingatkannya agar tidak berbicara terlalu serius. Dengan tersipu-sipu Mark bilang, dia memang selalu serius kalau berbicara. Mark berusaha untuk santai, dia duduk, namun tetap saja dia berbicara dengan gaya serius. Mark berbicara dengan serius, tetapi dijamin, dia boleh berbicara berjam-jam dan anda tidak akan merasa bosan. Dalam setiap kata yang diucapkannya mengalir ketulusan yang hangat menyejukan. Setiap kali anda berbicara padanya, dia akan menatap anda seolah seorang punggawa sedang mendengarkan rajanya bertitah. Sayang, dia harus segera pergi untuk keperluan yang lain. Ada tiga hal yang saya tangkap dari ucapannya.
Pertama, di blog sabdaspace ada policy (peraturan) dan ada polisi. Seorang moderator menggunakan wewenangnya dengan menentukan siapa yang boleh menulis dan siapa yang tidak boleh menulis. Namun di Sabdaspace, Admin mengatur agar anggota bloger dapat menulis dengan bebas namun bertanggungjawab.
Kedua, dia juga mengharapkan agar para anggota blog dan pengunjung blog ikut memikirkan bagaimana caranya agar blog sabdaspace dikembangkan menjadi sebuah sarana yang berguna bagi para anggota dan pengunjungnya.
Ketiga, dia mengungkapkan harapannya, agar sabdaspace berkembang menjadi sebuah komunitas yang mendiskusikan berbagai hal secara Kristiani. Ada banyak komunitas di internet yang ketika dibentuk sangat kental nuansa kristianinya, namun akhirnya hanya menjadi komunitas biasa saja tanpa nuansa Kristiani. Para bloger boleh menulis dan diharapkan menulis tentang apa saja, namun diharapkan tetap memelihara nuansa kristianinya dan menulis dengan semangat saling membangun.
Karena takut ruang gereja akan digunakan lagi, kami berpisah. Mark dan ibu Yulia (wow, ternyata wanita ayu bijaksana itu adalah istrinya) pergi. Aku, BJ, dennis dan Joni merencanakan untuk meneruskan acara ngobrol-ngobrol kami di sebuah tempat yang akan kami pilih kemudian. Karena dennis harus menghadiri acara lain, maka dia memisahkan diri. (ha ha ha, dennis, anda pergi menunaikan tugas suci, malam mingguan dengan kekasih?).
Aku, mas Daniel, BJ, Joni, ngobrol dan ngoblol seolah kami telah saling mengenal 1000 tahun yang lalu. Mas Indonesia-saram menyalami kami lewat telepon dan mengundang kami untuk mengunjungi bentengnya. Jam 21.23 aku dan BJ menyerahkan mas Daniel kepada Mark dan istrinya, terlambat hampir 1 jam dari waktu yang kami janjikan.
Josua, Ternyata hai hai dan dennis bukan satu orang tetapi dua orang berbeda. Hai lebih tua, dennis lebih ganteng. Jangan bilang siapa-siapa, ya, dennis bilang dia sempat merasa kangen karena minggu ini anda jarang muncul, bahkan dia kuatir anda sedang kurang sehat. Kita membatalkan makan saksang, karena takut, setiap kali akan menelannya kita ingat kamu yang sedang auting ke Sukabumi dan Indonesia-saram yang lagi jaga benteng.
Kapan-kapan kita ngumpul lagi yok….?
NB.
Catatan pertemuan dengan YLSA pada tanggal 17 Juni 2007