Ini adalah sebuah kisah yang terjadi ketika aku masih kuliah dulu. Suatu malam minggu, aku sedang duduk ngobrol dengan beberapa orang teman di beranda rumahku sambil minum bir. Salah satu adikku yang baru pulang dari malam mingguan menghampiri kami. Mukanya kusut, nampaknya sesuatu yang tidak menyenangkan telah terjadi padanya.
Adikku itu lalu bercerita tentang kedua orang tua pacarnya yang melarang dia untuk memacari anak gadis mereka dengan alasan, baru kelas 2 SMA. Dia juga bercerita bahwa ketika datang untuk apel tadi, dia diusir oleh ayah pacarnya dan dibantingin pintu. Dia kemudian bertanya padaku, apa yang harus dilakukannya?
Saya menasehati adik saya agar memutuskan pacarnya sesuai dengan harapan kedua orang tuanya. Sebaiknya dia segera melakukannya besok, ketika pulang dari gereja, merundingkan hal itu dengan pacarnya, lalu keduanya memberi tahu kedua orang tuanya, bahwa mereka memang terlalu muda untuk pacaran itu sebabnya mereka memutuskan untuk berteman saja.
Adikku menatapku penuh keheranan, “Nggak ada jalan lain?” Tanyanya, “Nggak ada jalan lain!” Jawabku pasti. Beberapa orang temanku memberi komentar dan nasehat macam-macam. Aku tidak membantah komentar dan nasehat mereka, namun tetap berkeras, “Nasehat gua yang paling benar, dipandang dari sudut manapun. Itulah nasehat terbaik yang tidak melanggar hukum langit maupun hukum bumi, hukum Tuhan maupun hukum preman.”
Adikku menatapku dengan muka sedih, “Berarti kami tidak boleh ketemu lagi?” Aku tertawa dan memaki, “Oncom…! Sejak kapan ada hukum yang melarang seorang teman mengunjungi temannya?” Adikku menatapku, nampaknya dia melihat sedikit harapan. Aku menatap adikku dan menatap teman-temanku sambil mengejek lalu berkotbah.
“Hai anak-anakku, hormatilah orang tuamu, supaya lanjut usiamu di tanah yang dianugerahkan Tuhan. Kalau orang tuanya melarang kalian pacaran, maka berhentilah pacaran dan bertemanlah seperti yang mereka kehendaki. Namun, ketahuilah, tidak ada hukum yang melarang seorang teman mengunjungi temannya, mengajak temannya jalan-jalan dan nonton. Tidak ada hukum yang melarang seorang teman memeluk temannya, menggenggam tangan temannya, bahkan tidak ada hukum yang melarang seorang teman mengecup pipi temannya. A lot of people doing that between friend!”
Kebesokannya, adikku mendiskusikan nasehatku itu dengan pacarnya, keduanya lalu menghadap orang tua pacarnya dan menyatakan, bahwa mereka tidak pacaran lagi, hanya akan berteman. Mereka juga memberi tahu teman-teman gereja bahwa mereka tidak pacaran lagi, hanya berteman. Sejak hari itu, hampir seluruh dunia tahu, bahwa adikku telah putus dengan pacarnya, beberapa minggu kemudia pendeta sempat menyinggung kisah tersebut dalam kotbahnya, bahkan menyatakan rasa kagumnya pada kebesaran jiwa keduanya. Sejak hari itu, banyak pasangan remaja di gerejaku yang selama ini pacaran diam-diam karena ditentang oleh orang tuanya, menyatakan bahwa mereka akhirnya menyadari kesalahan dan memilih untuk putus dan menjadi teman biasa saja.
Peristiwa itu sudah terjadi 20 tahunan yang lalu, saat itu saya menawarkan diri untuk mengurusi para remaja, karena setiap selesai acara kebaktian sering mencium bau ganja, ketika ngobrol dengan para remaja, aku merasakan kesepian mereka. Para majelis dan orang tua meragukan kemampuanku, akhirnya aku hanya menjadi anggota remaja paling tua di gerejaku. Para remaja itu saat ini sudah menjadi ayah dan ibu, ketika bertemu dalam kebaktian keluarga, kami sering mengenang masa-masa itu.
Sangat menyentuh bang Hai, tapi bagaimana kalau sudah menikah dan orang tua juga belum merestui hubungan mereka?
@Hotlan Nainggolan, SUDAH menikah namun belum direstui oleh orang tua? Kunjunggilah orang tua anda. Dila diusir, PULANGLAH. Namun JANGAN pernah KAPOK untuk selalu PULANG ke rumah alias mengunjungi orang tua.