hidup adalah masa depan
mati itu masa lalu
Liji IA:IV:7:35 Quli shang
Yang mengerti hidup,
melayat
yang memamahami mati,
berdukacita
Yang mengerti hidup
namun tidak memahami mati,
melayat
namun tidak berdukacita
Yang memahami mati
namun tidak mengerti hidup
berdukacita
namun tidak melayat
Liji IA:IV:7:36 Quli shang
Melayat
namun tak mampu menyokong,
jangan bertanya
berapa biayanya?
Membesuk
namun tak mampu memberi oleh-oleh,
jangan bertanya
apa yang dirindukan?
Berjumpa pengelana
namun tak mampu memberi tumpangan,
jangan bertanya
di mana akan menginap?
Liji IA:IV:8:37 Quli shang
ketika menolong
jangan berkata
datang dan ambillah!
kala memberi
jangan bertanya
apa yang diinginkan?
Liji IA:IV:38 Quli shang
Ayat-2 yg indah dan dalam Pak.
Jadi teringat seorang teman yg protes ketika saya mengambil hio yg diberikan oleh wakil keluarga yg berduka. “Kenapa kamu ambil itu hio?” “aku sedang melayat,” jawab saya.
Itu saya lakukan krn didikan orang tua saya, tetapi sekarang saya lebih memahami makna dari MELAYAT. Txs Pak Hai Hai.
ming, hio hanya cara. ibarat orang Kristen memercikkan minyak wangi.
Melayat dan berduka cita memang berbeda.
hidup adalah masa depan
mati itu masa lalu
Apakah tidak kebalik?
Hidup adalah masa lalu
Mati adalah masa depan.
Atau
Hidup adalah saat ini
Mati adalah saat nanti.
Ataukah ini hanya sekedar puisi?
Thx jwbnya Ko hai……tp mau tanya lg,kenapa ya ketika melayat org mati sy tidak bisa menangis,dan memperlihatkan ke dukaan sy.Jangankan org lain saudara famili sendiri pun kalau ada yg meninggal sy ga bisa menangis dan menunjukan raut wajah duka? Apa itu salah??
Mey, ketika kita masih muda, ikatan cinta kasih kita masih longgar. Itu sebabnya orang-orang muda jarang menangis karena kehilangan. Semakin kita tua, maka ikatan cinta kasih itu semakin kuat, itu sebabnya ketika orang-orang yang kita sayangi meninggal, kita sangat berduka.
Kita berduka karena IKATAN cinta kasih. Namun itu tidak berarti bila tidak berduka maka kita KURANG cinta kasih.
Perasaan berduka itu ibarat perasaaan cinta kasih. DIa datang sendiri. Itu sebabnya bila melayat dan tidak merasa berduka, kita tidak perlu PURA-PURA berduka. Datanglah melayat dan berlakulah biasa-biasa saja alias wajar-wajar saja.
Mohon maaf, tanpa mengurangi rasa hormat. di dalam tradisi Tionghoa di kampung saya. Ketika melayat biasanya ada tiga kelompok manusia. Kelompok pertama yang melayat dan berduka. Kelompok kedua yang melayat dan jaga image. Kelompok ketiga kumpulan orang yang melayat namun tidak berduka. apa yang dilakukan oleh kelompok ketiga ini? Mereka main kartu bahkan berjudi atau ngobrol-ngobrol seru. Siapa yang menyediakan kartu bagi mereka? Tuan rumah. Walaupun banyak orang yang menganggap itu perilaku KURANG ajar namun FAKTANYA itulah TRADISI Tionghoa.
Mey, di dalam tradisi Tionghoa masa berkabung paling lama adalah 3 Tahun. Saya akan kutip sebuah ayat yang ajarannya sudah tidak dipahami lagi oleh generasi ini karean TIDAK pernah diajarkan dari generasi ke generasi.
Bila tidak ada ikatan kekeluargaan, tidak perlu memakai pakaian berkabung. Ikatan cinta kasih harus didasari ikatan kekeluargaan. Liji XIV:11 – Dazhuan
Ketika Kongzi (Khonghucu) meninggal, saat itu dia punya 3.000 murid. Namun karena tidak ada ikatan kekeluargaan maka MEREKA tidak boleh memakai pakaian berkabung. Yang mereka lakukan hanya memakai ikat KEPALA. Mereka lalu membangun pandok-pondok di dekat makam Kongzi karena tidak mau berpisah dengan Kongzi. Namun ikat kepala hanya boleh mereka kenakan ketika ada di lokasi Makam Kongzi. Ketika tidak ada di sana, harus dilepas. Ada yang berduka cita selam 3 tahun ada yang lebih. Selam itu mereka membuang waktu dengan mengenang dan mendiskusikan ajaran-ajaran Kongzi. Hasil perenungan den pengenangan itu adalah kitab Lunyu (SABDA Suci), yagn berisi ucapan-ucapan Kongzi baik ketika DITANYA maupun ketika MENGAJAR. Tanpa ikatan kekeluargaan boleh BERDUKA sebab itu karena ikatan cinta kasih namun TIDAK boleh MENYATAKANNYA dalam perkabungan karena TIDAK berhak.
Shuzi 庶子 (bukan ahli waris) tidak boleh menyembahyangi walaupun itu adalah leluhurnya. Shuzi tidak boleh mengenakan pakaian berkabung tiga tahun karena dia bukan ahli waris leluhurnya. Liji XIV:13 – Dazhuan
Saat ini banyak orang Tionghoa yang masih menyatakan perkabungan 3 tahun. Biasanya dengan memakai kain warna hitam yang dijahitkan di bajunya dan tidak memotong rambut dan bulu-bulu lainnya. Namun saya belum pernah melihat orang yang memahami ajaran dalam ayat tersebut di atas. Karena ajaran tersebut di atas sudah tidak pernah diajarkan lagi dari generasi ke generasi. Ketika saya menerjemahkan ayat tersebut di atas dan mendiskusikannya dengan orang-orang TUA, mereka kaget bukan kepalang karena SADAR selama ini telah melanggar LI (kesusilaan) karena tidak memahaminya. Ahli WARIS adalah anak SULUNG. Yang boleh berkabung 3 tahun hanya anak SULUNG. Yang boleh menyembahyangi PAPAN ARWAH leluhur hanya anak sulung. ayat tersebut di atas adalah salah satu bukti bahwa orang Tionghoa tidak menyembah Arwah. Sebab bila orang Tionghoa menyembah Arwah, maka SEMUA orang yang mau PASTI BOLEH menyembahyangi PAPAN ARWAH bukan?
Bukan ahli waris namun mewarisi papan nama leluhur. Leluhur yang mewarisinya disebut leluhur kecil (xiaozong 小宗). Liji XIV:13 – Dazhuan
Apabila anak sulung tidak melakukan HAK dan kewajibannya merawat PAPAN ARWAH leluhur, maka KETURUNANNYA tidak boleh lagi menyembahyangi PAPAN ARWAH leluhur mereka. Misal: Bila saya, anak sulung MENOLAK merawat papan arwah ayah saya, maka semua KETURUNAN saya kehilangan HAK untuk merawat PAPAN Arwah ayah saya dan kakek saya. Ketika kakek saya meninggal, saat itu papa saya berumur 2 tahun. Andai kata PAPA saya adalah anak SULUNG dan merawat papan nama kakek saya, maka saya TIDAK boleh MERAWAT papan nama KAKEK saya. Kenapa demikian? Karena saya TIDAK mengenalnya. MUSTAHIL ada ikatan cinta kasih antara saya dan KAKEK yang tidak saya kenali.
Ada yang ratusan generasi telah berlalu namun papan namanya (zong 宗) tidak disingkirkan. Ada yang setelah lima generasi papan namanya pun disingkirkan. Yang papan namanya tidak disingkirkan walaupun ratusan generasi telah berlalu bukan ahli waris dan Papan namanya tidak diwariskan itu sebabnya walaupun ratusan generasi telah berlalu tidak disingkirkan.Papan nama leluhur yang diwarisi dari leluhur, setelah lima generasi harus disingkirkan. Menghormati leluhur dilakukan dengan menghormati papan namanya. Namun, menghormati leluhur harus dilakukan dengan adil dan benar. Liji XIV:14 – Dazhuan
Dalam ajaran Tiongkok kuno, RAJA boleh merawat papan arwa leluhurnya sampai GENERASI kelima. Generasi ke 6 tidak boleh lagi. Kenapa demikian? Karena PASTI TIDAK saling mengenal LAGI.
Namun ada DUA papan NAMA leluhur yang TIDAK pernah BERGESER apalagi DISINGKIRKAN. Kenapa demikian? Karena KEDUA leluhur itu BUKAN PEWARIS. Apa arti BUKAN PEWARIS? Artinya KEDUANYA bukan ANAK SIAPA-SIAPA. Namun KEDUA leluhur itu JUGA tidak punya AHLI WARIS. Kenapa demikian? Karena KEDUA leluhur itu TIDAK pernah MATI.
Anda tahu siapakah KEDUA leluhur itu? Keduanya digelari WENZU artinya LELUHUR yang SUCI. Siapakah kedua-Nya? Kedua-Nya adalah TIAN (Yang Mahatinggi) dan DI (Yang mahapatuh kepada TIAN). Kedua leluhur itu adalah SANG PENCIPTA alam SEMESTA. Keduanya adalah AYAH BUNDA seluruh umat MANUSIA.
Pada hakekatnya manusia adalah hati Tiandi 天地. Yang paling mulia di antara wuxing 五行 (lima tubuh – air, tanah, tanaman, binatang, manusia). Mencicipi berbagai makanan, menikmati berbagai nada dan berpakaian berbagai warna seumur hidupnya. Liji VII:III:7 – Liyun
Bangsa Tionghoa kuno memang menyembah LELUHUR namun HANYA ada DUA leluhur SUCI yang disembah yaitu SANG PENCIPTA.
Nah, Mey, RUARRR BIASA bukan? Betapa beruntungnya hai hai diberi anugerah memahami ajaran yang demikian agung warisan nenek moyangnya.
Tante, itulah keunikan ajaran Tiongkok kuno. Bagi orang mati, hidup adalah MASA lalu. Namun bagi orang hidup, mati adalah MASA lalu. KArena orang Mati nggak bisa ngomong maka orang Tionghoa kuno hanya bicara sebagai orang hidup. Itu sebabnya dikatakan, HIDUP adalah masa depan dan mati adalah masa lalu.
Wah panjang sekali penjelasannya,jd semuanya thx koh……dulu kata suami sy waktu p2h nya meninggal,almrhum dikuburnya sambil bw abu hio dari leluhurnya.Karena beliau pesan “kalo sy mati tlong abu nya dimasukan ke peti sy,kalo tidak ada yg mau merawatnya” tapi koh beliau anak sulung,namun anak lelaki pertama dari keluarganya,anak sulung nya perempuan.Jd semasa hidup nya beliau lah yg merawat abu para leluhur dan org tuanya.
Apa yang dilakukan oleh papa suami anda itu sangat bijaksana.
Ko Hai….kemarin ada yg tanya begini “apa bener org cina kalo ada yg meninggal,ada org yg dibayar untk menangis?” setau sy seh tidak ada,tp ketika tnya sm my bojo,katanya dulu sih memang tidak ada tp kalo sekarang memang ada yg dibyr buat nangis2an….apa betul koh?
@Mey Weh, memang ada yang melakukan hal demikian namun itu bukan TRADISI kuno melainkan tradisi dari para dukun.