
Gambar: blogcemuacuka.wordpress.com
Benia Herawati: Beberapa malam ponakan kecilku nginap dirumah, tidak mau tidur dengan mamanya harus tidur denganku tapi jadi punya tambahan kerjaan sebelum tidur yaitu mendongeng. Putri Salju udah, putri tidur, bawang merah bawang putih, shrek, pangeran kodok, gadis kerudung merah, lion king udah, tadi malem aku kehabisan dongeng, lupa. Aku alesan mau lipet baju dulu padahal mau inget2 dongeng apalagi ya, trus dia jawab. jangan sambil lipet baju wa, kita bobo aja, ada bantal2, ada selimut terus kita berpelukan, wa dongengin dede. Nyaman wa. Hah?? anak umur 5 tahun udah bisa menggambarkan suasana yang nyaman itu gimana.
Benia Herawati, ceritakan saja: Saat itu hai hai berumur tujuh tahun. Mamanya marah, sedih dan kesal bukan kepalang karena cincin emasnya yang bermata giok pemberian kakak keempatnya, hilang.
Entah kenapa, saat itu dia menyalahkan hai hai padahal biasanya cincin itu melekat di jari manis tangan kirinya dan hari itu hai hai tidak meminjamnya.
hai hai suka cincin itu. mata batu gioknya yang berwarna biru indah sekali. senang sekali menatapnya. Terasa dingin ketika dielus dan halus dingin saat ditempelkan ke pipi. Meskipun rasanya tawar, namun hai hai suka mengulumnya. Suatu hari cincin ini akan menjadi milikku. Entah kapan namun suatu hari cincin ini akan menjadi milikku.
hai hai mencari cincin itu. Dia mencarinya bersama ke lima orang adiknya. dia mencarinya bersama-sama dengan saudara-saudara sepupuhnya. Semua orang yang tinggal di rumah besar itu ikut mencarinya. Namun cincin itu tak juga ketemu.
Malam tiba. Gelap gulita di mana-mana. Saat itu belum ada lampu listrik. Penerangan di rumah itu hanya dari sebuah lampu petromak dan lampu-lampu kecil yang cahayanya dilindungi semprong. Semua orang berhenti mencari namun hai hai terus mencari cincin itu. Dia mencarinya pelan-pelan menelusuri halaman, dari halaman belakang, halaman samping, terus ke depan. dia mencarinya sambil jongkok. Dia mencarinya dalam ke gelapan. Berjalan jongkok, pelan-pelan menelusuri lantai tanah.
Entah kenapa, hai hai seolah merasakan keberadaan cincin itu. Entah di mana namun hai hai merasakannya. cincin itu tidak hilang. aku pasti menemukannya. Aku yang menemukannya.
Hari semakin malam, namun hai hai terus mencari. Dia terus mencari sampai mamanya memaksanya untuk tidur. Pada saat itu, entah kenapa. Tiba-tiba saja muncul pikiran di kepala hai hai. “Aku akan mencarinya dalam tidurku. Aku akan terus mencarinya sampai ketemu. Ya, aku harus tidur. aku harus segera tidur agar bisa segera mencarinya.”
Dengan penuh semangat, hai hai pun tidur. Aneh bin ajaib. di dalam tidurnya dia benar-benar mencari cincin itu. Dia melompat dari satu tempat ke tempat lain bahkan dia melompat dari daun pisang yang satu ke daun pisang yang lain. aneh bin ajaib, hai hai bisa melihat dengan jelas meskipun malam itu gelap sekali. hai hai terus mencari. Dia terus mencari dan bertanya kepada siapa saja yang ditemuinya, “izinkanku bertanya, apakah anda melihat cincin giok mamaku?”
hai hai mencari dan bertanya, dia mencari dan bertanya. mula-mula bertanya kepada tetangganya, orang-orang sekampungnya bahkan dia bertanya kepada ayam-ayam, anjing-anjing burung-burung dan kupu-kupu bahkan ikan-ikan di selokan dan sungai. Namun tak seorang pun melihatnya.
hai hai terus mencari dan tiba-tiba dia tahu di mana cincin itu berada. di kandang ayam yang terbuat dari bambu. Cincin itu tergeletak di sana. Sendirian. Kesepian. hai hai terbangun dan hari sudah terang. hai hai bangun lalu ke dapur mencari mamanya. dia tidak menemukannya di sana. dia mencari ke sumur juga tidak menemukan mamanya di sana. Dia kembali ke kamar dan tidak menemukan siapa pun di sana. Mamanya tidak ada di sana. kelima orang adiknya tidak ada di sana. Bahkan adik keenamnya yang baru lahir beberapa hari yang lalu pun tidak ada di sana.
Mama ke rumah Jiku (paman kedua). Dia meninggalkanku sendirian. Dia menyalahkanku karena cincinnya hilang. Padahal aku tidak meminjamnya. “Kenapa dia tidak percaya, padahal aku tidak membohonginya?” hai hai menangis sendirian. Dia terus menangis sampai tidak ada lagi air mata yang keluar. Dia menangis diam-diam.
Dia masih tersengguk-sengguk ketika saudara sepupuhnya memanggilnya untuk pergi ke sekolah. Dia mengambil bukunya lalu pergi ke sekolah. Selama di sekolah dia benar-benar tidak sabar. dia kuatir cincin mamanya yang ada di kandang ayam diambil orang. Namun dia tidak berani pulang sebab, kecuali sakit, tidak ada anak-anak yang pulang sebelum sekolah berakhir.
ketika lonceng berbunyi, hai hai segera berlari pulang. setelah menyimpan bukunya dia segera ke kandang ayam. Di sana cincin mamanya tergelak, BIRU indah diikat emas berwarna kuning. dia mengulurkan tangan untuk mengambilnya. Dia ingat, kemarin, adik keduanya, adik lelakinya yang meminjam cincin itu. Dia memarahi adiknya karena meminjam cincin mamanya namun nggak bilang. Namun adiknya bandel. Mamanya meletakkan cincin itu di lemari, di bawah tumpukan baju adiknya mengambilnya diam-diam.
hai hai lalu berjalan sendirian. dia belum pernah berjalan sendirian ke rumah paman keduanya. Namun dia tahu jalannya. Dia berjalan sendirian. beberapa orang sekampungnya, orang-orang tua, baik yang Tionghoa maupun yang Melayu, menyapanya dengan bertanya mau ke mana dia? “Aku mau ke rumah jiku.” Ketika ditanya mau apa ke rumah jikunya? hai hai diam seribu bahasa. Dia tidak mau cerita karena takut cincin mamanya yang ada di kantong celananya dirampok. hai hai terus berjalan sendirian ke rumah pamannya. Orang-orang memandangnya. Dia tidak peduli. Dia terus berjalan.
3 km. Dia terus berjalan ke rumah jikunya. Saat itu hai hai berumur tujuh tahun. “Aku akan buktikan kepada mama bahwa aku tidak membohonginya. Aku memang tidak meminjam cincinnya apalagi menghilangkannya. Aku tidak akan pernah membohonginya meskipun dia tidak percaya padaku. Suatu hari nanti mama akan percaya padaku.”
Setiap kali mamanya menuduhnya bohong, hai hai pun diam. Diam-diam dia menyingkir lalu menangis sendirian. Menangis sampai tidak ada lagi air mata yang keluar. Ketika rasa sakit di dadanya hilang, dia akan mencari cara untuk membuktikan kepada mamanya bahwa dia memang tidak membohonginya. Hai hai selalu yakin, “Suatu hari nanti mama akan percaya kepadaku.”
NB.
Untuk ponakan-ponakan Benia Herawati. Ketika membaca statusmu, tiba-tiba saja aku ingat kisahku dan ingin menceritakannya. Aku pun bercerita.
brrruuuuuaaakakakakakak……. owe ngakak abizzzzz membayangkan si Haihai Kecil yang PETANTANG PETENTENG meraih kemenangan, dengan gayanya berjalan ke rumah ji-ku rambut gondrong panjang ditiup angin, punggung digantung suling……… ancoooorrrrr daaahhh……. brrruuuuiiikikiikikikikik……. kakakakakak……..
Ternyata haihai sudah bisa hipnosis sejak usia 7 tahun.
waktu kecil tampang gua imut-imut lagi.
udah besar……. AMIT-AMIT……. brrrrruuuuuaaakakakakakak……… sampek bikin Pakar Hipnoterapi berjingkatan……… brrrrruuuuiiiiikikikikikikikikik………. kakakakakakak………
Om Haihai, salam kenal, saya boleh panggil Om ya atau Pak atau apa ya?
Saya nemu website ini setelah baca tulisan-tulisan Om Haihai di SS, saya baru gabung dan nulis di SS sekitar 7 bulan yg lalu. Knapa gak nulis lagi di SS Om? Cerita Om Haihai kecil nyari cincin mamanya dalam tidur ini benar-benar membuktikan Om Haihai sakti. Ini seperti ilmu kejawen yang disebut ilmu ngrogo sukmo. Orang yg punya ilmu ngrogo sukmo, sukmanya bisa beraktivitas dengan meninggalkan raganya. Jaman SMA dulu saya pernah mencoba mempelajari ilmu ini, tapi gak berhasil karena gak tahan puasanya hehehe. Tapi Om Haihai kecil umur 7 tahun sudah bisa melakukannya…
Panggil apa saja yang membuat anda merasa nyaman. Kisah mencari cincin dalam tidur itu hanya sebuah mimpi yang kebetulan betul. ilmu merogo suka itu tidak ada. Saya sudah bertemu puluhan orang yang mengaku punya ilmu merogo sukma dan mengujinya. Tidak ada yang benar-benar sakti.
.